Senin, 19 November 2012

Meanwhile at FOY

FOY adalah Fateta of the Year, dilaksanakan pada Sabtu 10 November 2012 di Audit CCR. Ini semacam malam penganugrahan untuk seluruh civitas Fateta yang dibikin oleh BEM F. Ada award-nya gitu, mulai dari Dosen Terbaik, Staff UPT (TU) Terbaik, Mahasiswa Terbaik, dan sejenisnya. Ada juga stand up comedy dari ketua BEM F dan pak dekan.

Dengan semangat ingin berkontribusi, mengutip pembelaan dari salah seorang teman gue,
"Dila mah bukan mau eksis. Kalo mau eksis dia udah eksis kali, jadi *blubup blubup* *itu tadi suara sensor yang terbaru*. Tapi pengen berkontribusi, iya ga, Dil?"
.Mustaqim, 2012. #dampak kebanyakan nulis dapus
>>>Meskipun kalimat awalnya membuat gue tepok jidat, tapi kalimat selanjutnya gue iyakan.
Akhirnya gue mendaftar untuk nyanyi Mars Fateta saat pembukaan karena kata Mas Komti yang nyanyi tuh bakal banyakan, bakal ada perwakilan dari tiap departemen per angkatan.

Setelah cabut latihan perdana sekaligus latihan satu-satunya karena praktikum Penkom sampai malem, tau-tau udah hari H aja. Koplaknya, ternyata yang nyanyi cuma 9 orang doang.
-________-"
Oke sip.
Pesan moral dari kisah ini : info dari Komti bisa jadi kurang akurat

Dari 9 itu, 6 orang anak TIN. Total 9 orang itu adalah gue, Muhay, Zefika, Oci, K'AHA, K'Nadhif, Devi (SIL48), Aul (SIL 48), dan seorang lagi SIL 47 yang gue lupa namanya.
Perenungan dari kenyataan pahit ini : apakah departemen di Fateta telah mengalami reduksi? #oke, itu ga penting

Mars Fateta ini ditampilkan saat pada pembukaan, di awaaaaaaaal banget, jam 7 malam teng *waktu aktualnya ngaret setengah jam*. Saking awal bangetnya, ditambah sebelumnya ada ujan gede banget, saat Mars Fateta ini dikumandangkan hanya sepertiga Audit CCR yang terisi.

Karena tampil awal banget, 9 orang harkos yang dibilang awalnya bakal nyanyi ramean ini harus stand by sejak jam setengah 5 sore untuk latihan. Faktanya adalah yang dateng on time hanya gue, Muhay, Devi, Oci, dan Fika. Hal yang selanjutnya dikerjakan adalah malah bikin laporan ABPA buah dan minyak atsiri secara berjamaah karena gue-Oci itu P1 serta Fika-Muhay itu P3 dan kita melakukan praktikum yang sama. Horeeeeee. Haha. Saat itu Devi cuma bisa manyun sambil sewot, "Dasar anak TIN. Ga di mana, ga di mana, bikin laporan".

Saat hujan mereda, karena satu dan lain hal Devi mau ke pusat kehidupan anak IPB (baca : Bara). Gue memutuskan untuk nitip makan. #sial, sampai sekarang gue belom ketemu Devi lagi untuk bayar makanan, semoga ga sakit perut. Sadar dengan kapasitas perut, gue request porsi cowok.

Saat Devi balik dari Bara ternyata udah hampir jam 7. Akhirnya gue kagak jadi makan dan kami bersembilan memulai latihan Mars Fateta. Seusai tampil, kami bersembilan masuk lagi ke dalam Audit CCR untuk duduk di antara teman departemen masing-masing dan menikmati FOY.

Berita buruk dimulai. Meskipun udah dapet snack box (yang isinya cuma seutet), tapi jam 9-an naga di perut gue udah mulai bikin konser sendiri. #Ibuuu, aku lapeeeer. Untungnya gue ga sendiri. Gue melihat Fika dan Devi nasibnya juga ga jauh beda dengan gue, kelaperan.

Fika yang duduk di samping gue inget bahwa gue tadi mesen makanan ke Devi, lalu usul biar makanannya dimakan. Tadinya mau dimakan di ruang panitia aja karena tas kami ada di sana. Tapi dengan semangat solidaritas, gue membawa makanan itu ke dalam Audit CCR, lengkap beserta tissue basah dan hand sanitizer karena Devi juga sama-sama belum makan seperti gue dan Fika.

Setelah memanggil Devi, membersihkan tangan dengan tissue basah/hand sanitizer dan berdoa, akhirnya nasi bungkus itu kami buka.

Porsinya heboh paraaaaah. Ada nasi porsi cowok, ayam, daun singkong, sayur nangka, dan sambal. Ditambah aromanya yang juga heboh. Persis begitu bungkusannya dibuka, anak-anak TIN 48 yang duduk di sekitar kami langsung menoleh dengan mupeng, kelaperan juga.

Sekedar info, gue, Devi, dan Fika adalah tiga wanita kalem yang kalau beli makan di Sapta itu biasanya porsi cowok. Jadiiiiiiii, nasi bungkus itu kami selesaikan secara barbar. Dalam waktu singkat hanya tinggal menyisakan seonggok tulang dan secuil sambal.

Aksi penghabisan nasi bungkus dalam waktu singkat itu menarik perhatian cukup banyak orang yang mengenal kami sehingga mengundang mereka untuk minimal geleng-geleng kepala, bahkan beberapa lengkap dengan mem-bully. Terhitung yang bereaksi meliputi Indri (ITP), Denny, Imam, Naufal Muhammad (ITP), Raka, Irham, Rhefa, Mujahid (ITP), Alfiyan, dan beberapa lainnya.

Dikarenakan kapasitas perut kami bertiga yang memang ga selow, tampang kami bertiga miris banget saat nasinya habis, masih laper. Apa daya..

Tidak ada komentar: