Selasa, 28 Juni 2016

Dua Tiga

Alhamdulillahirabbil 'alamin karena atas rahmatNya maka seorang Dila masih diberikan umur hingga 23 tahun (9 bulan) di bumi ini.

Kue ulang tahun yang dibeli sendiri oleh yang ulang tahun

INGAT!!
Dua potong kue tidak harus selalu berarti untuk dimakan bersama pasangan.

Jadi ceritanya ada hal yang berhasil gue pelajari di momen ulang tahun kali ini. Tiga tahun lalu, ketika gue ulang tahun kedua-puluh, ada salah seorang teman baik gue yang memberikan sebuah buku sebagai hadiah ulang tahun. Bukunya bagus, luar biasa bagus, kumpulan cerpen Sapardi Djoko Damono, tapi bukan bukunya yang mau gue bahas.
#yaelah.

Di halaman awal buku tersebut, teman gue itu menulis sebuah ucapan ulang tahun. Gue tidak hapal redaksi persisnya seperti apa (karena bukunya ditinggal di rumah juga) tapi gue ingat secara garis besarnya,
..Semoga semakin bijaksana tentang kapan harus bicara dan kapan harus diam..
Sejujurnya gue langsung diem pas baca ucapan itu.

Dari dulu gue tau bahwa lidah tak bertulang dan omongan gue itu bukan cuma sekali-dua-kali aja nyakitin orang lain. Berkali-kali. Bahkan ga lama abis ulang tahun kali itu aja gue dipundungin oleh salah seorang teman baik gue selama hampir setahun gara-gara lupa pake saringan di depan mulut.

Dari dulu gue pengen jadi agak sedikit lebih bener untuk perihal berbicara ini tapi ga nemu aja momen yang pas. Dasar Dila, mau jadi lebih bener aja nunggu momen dulu. Berhubung umur dua puluh itu agak sedikit punya momentum (umur jadi kepala dua), akhirnya gue memutuskan untuk mulai pay attention dengan perihal berbicara.

Sampai saat ini gue pribadi merasa udah agak lebih baik untuk urusan berbicara. Dalam banyak kasus udah sempat mikir dulu sebelum nyerocos dan gue sangat mensyukuri hal itu. Gue juga belajar mengenai timing untuk ngomong dan lagi-lagi mensyukuri hal itu. Meskipun kadang masih sering menyebalkan, setidaknya ini sedang berusaha, semoga bisa lebih baik ke depannya. Aamiin.

Berbicara mengenai perihal berbicara ini, gue semakin yakin bahwa gue MEMANG HARUS pay attention dengan urusan ini. Ada beberapa kasus yang membuat gue yakin bahwa kemampuan sederhana ini punya dampak yang luar biasa besar. Tentunya  kutipan "Mulutmu harimaumu" diciptakan karena ada yang sudah berpengalaman dengan hal itu. Tentunya juga hadist "..berkatalah yang baik atau diam.." bukan dituturkan oleh sembarang orang.

Kisah 1
Setelah di Jepang ini, ada suatu momen di mana gue mengetahui kabar pascakampus dari beberapa orang teman di Tinformers (you know, rasanya senang banget lho masih berkesempatan tau berita teman-teman seangkatan kampus ketika sedang merantau sendirian di luar negeri) lalu dengan antusias gue mengabari seorang teman baik gue lainnya, sebut saja namanya A.

Hal yang menakjubkan adalah si A ini menanggapi seluruh chat WhatsApp gue dengan antusias. Setelah beberapa saat, gue tersadar bahwa pastilah si A sebenarnya udah tau apa yang sejak tadi gue ketik panjang-lebar di WhatsApp, secara doi kan memang ada di sekitar kampus (setidaknya Jabodetabek itu berlokasi di sekitar kampus jika dibandingkan dengan Tokyo).

Setelah gue konfirmasi, ternyata memang benar, dia sudah tau seluruh cerita yang gue ceritakan. Tapi dia tetap menanggapi gue dengan antusias. Jika gue yang ada di posisi si A 3 tahun yang lalu, hampir pasti gue akan bilang bahwa gue udah tau berita tersebut dan bukan ga mungkin itu menyakiti seseorang yang ada di posisi gue saat ini.

Kisah 2
Di kampus gue ini, ada salah seorang senpai Indonesia yang ada sedikit masalah dengan kandungannya lalu dirawat inap dalam jangka waktu yang cukup lama di rumah sakit, sebut saja namanya si Kakak. Si Kakak ini sudah menikah, dan sebut saja suaminya sebagai si Mas. Si Kakak dan si Mas ini adalah tipikal pasangan luar biasa baik hati yang sebisa mungkin berusaha untuk ga perlu ngerepotin orang sehingga berita si Kakak masuk rumah sakit ini hanya sebagian saja teman Indonesia yang tahu (termasuk gue), khususnya teman-teman yang sering berinteraksi dengan pasangan ini saja, itupun informasinya tersebar melalui japri dari si Kakak, bukan dipost di grup. Gue cukup yakin, bukan maksudnya untuk menutup-nutupi, tapi yaaaah, ga semua hal harus diceritakan ke semua orang kan?

Di kampus pula, ada seorang senpai lain yang sedang kuliah S3, sebut saja namanya si Mbak. Dari sisi umur (meskipun gue belum pernah bertanya secara langsung) hampir dapat dipastikan lebih tua daripada gue sekitar 10 tahunan. Si Mbak ini tahu bahwa si Kakak dirawat di rumah sakit.

Suatu hari, si Mas sempat agak aktif di grup (ya kan namanya juga chat grup, hehe) dan si Mbak ini menanggapi lalu frontally bertanya apakah si Kakak udah sembuh atau belum. Di situ gue diem. Ga setuju dengan apa yang dilakukan si Mbak. Ada hal-hal yang memang segaja ga dikasih tau lalu beliau ngasih tau seenaknya dan gue cukup yakin bahwa si Mbak bilang gitu di grup belum dengan persetujuan si Kakak ataupun si Mas.

Karena tak tahan, guepun menjapri si Mbak dan jawabannya adalah si Mbak keukeuh bahwa yang dilakukannya tadi adalah benar.

Kisah 3
Masih tentang si Mbak. Secara singkat, gue diundang berbuka puasa oleh salah seorang senpai Indonesia (tapi beda kampus, namun daerah rumahnya berdekatan). Si Mbak dan beberapa senpai lainpun ada yang diundang. Undangan berbuka ini via japri langsung oleh sang tuan rumah dan hanya ke orang-orang tertentu aja. Mungkin sang tuan rumah ga bermaksud membeda-bedakan, cuma kan ga salah ya kalau merasa punya kedekatan personal dengan beberapa orang tertentu?

Si Mbak ini lalu mengajak seorang senpai lain yang dituakan oleh teman-teman Indonesia untuk berangkat bareng dan apesnya adalah senpai yang diajak tersebut itu tidak diundang oleh sang tuan rumah.

Nahloh kan jadi serba salah. Gue mah udah diem aja dengan muka bete pas si Mbak cerita. Hingga saat ini, kadar respek gue ke si Mbak sudah ga pernah sama lagi dengan sebelumnya.


------------


Dahulu mungkin gue lebih parah daripada si Mbak, sekarangpun gue belum tentu lebih baik daripada si Mbak. Tapi semenjak 3 tahun lalu ada satu hal yang secara intensif sedang gue perbaiki untuk urusan berbicara ini dan gue jadi tahu bahwa orang seperti si Mbak itu luar biasa menyebalkan. Gue jadi tahu bahwa gue sebelum 3 tahun yang lalu itu juga luar biasa menyebalkan.

Mohon maaf kepada semua yang pernah jadi korban gue, maaf dari hati yang terdalam karena pelakunya baru sadar akhir-akhir ini. Semoga ke depannya tidak perlu bermunculan korban lain, aamiin.

Sejujurnya, gue belajar sangat banyak mengenai berinteraksi dan of course cara mengontrol mulut dari si A dan teman yang mengadiahi gue buku itu. Semoga ke depannya masih selalu dikelilingi orang-orang luar biasa yang bisa memberikan banyak pembelajaran. Semoga selalu diberikan kemampuan untuk mencari pembelajaran sebanyak-banyaknya dari seluruh orang yang pernah dipertemukan dan pembelajaran dari seluruh momen yang pernah dilalui.
Aamiin.
:)

Umur ternyata tidak dapat menjamin kebijaksanaan seseorang. Kalau orangnya memang ga mau belajar ya ga akan berubah. Mengacu pada ucapan selamat ulang tahun dari teman gue 3 tahun yang lalu, ternyata menjadi bijaksana bisa jadi sesimpel itu,
"..tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam.."

Akhir kata,
Selamat 23 tahun, Dil :)
Selamat naik kelas :)

Tidak ada komentar: