17 Agustus 2013
Dirgahayu NKRI ke-68 :)
Jika berkata tentang nasionalisme, gue juga terkadang bingung bagaimana harus membahasamanusiakannya. Kata-kata sebatas
'cinta tanah air' kadang terasa terlalu dangkal untuk menerjemahkannya.
Mengikuti ektrakurikuler pramuka selama SMP dan paskibra selama SMA menjadikan gue sedikit demi sedikit mulai merasakan tentang cinta yang satu ini. Winaya Lokatmala dan Pandawa 16 menumbuhkan rasa cinta gue terhadap bangsa yang tanahnya sedang gue pijak dan airnya menjadi sumber kehidupan gue selama ini.
Rasa cinta ini tumbuh, seiring dengan kaki yang melangkah ketika mengikuti lomba lintas alam selama SMP. Berkilo-kilo meter. Menyaksikan indahnya sawah dan menyusur sungai di sepanjang rute. Menyadarkan bahwa sesungguhnya ada alam yang harus dijaga untuk masa depan bangsa ini.
Rasa cinta ini tumbuh, seiring api unggun yang berkobar ketika berkali-kali kemah. Baik itu kemah di lapangan SMP, di lapangan Pemda Cibinong, hingga di Sukamantri Gunung Salak.
Rasa cinta ini tumbuh, seiring dengan siaran langsung upacara kemerdekaan di Istana Negara yang selalu gue tonton di TV selama SD. Ini menjadikan gue sangat ingin menjadi Pembawa Baki bendera pada upacara kenegaraan.
'Tanggal 17 Agustus 2009 membawa baki bendera di Istana Negara' pernah gue tuliskan di buku-buku harian gue ketika SD-SMP dulu. Harapan itu selalu ter-
refresh secara otomatis di tiap 17 Agustus yang gue lalui.
Rasa cinta ini tumbuh, seiring dengan menjadi petugas upacara bendera di Smansa setiap Kamis selama kelas XI.
Rasa cinta ini tumbuh, seiring dengan berlari rusuh keluar kelas ketika hujan di siang hari pada Senin atau Kamis. Berhujanan bersama XXI yang lain menurunkan bendera yang tengah berkibar.
Rasa cinta ini tumbuh, seiring dengan membayar 300 seri seangkatan dalam seminggu karena ada insiden kecil ketika upacara bendera.
Absurd?
Ya, cinta memang tak pernah punya alasan logis kan?
“Cinta adalah perbuatan, kata-kata dan tulisan indah adalah omong-kosong”
Tere Liye, dalam 'Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah'
Ya, juga cinta adalah perbuatan.
Sejak awal kelas 5 hingga akhir kelas 9, selama 5 tahun Elfa Music School juga memberikan gue kisah lain tentang cinta tanah air. Bahwa sejatinya cinta itu perlu diungkapkan dan diwujudkan. Bahwa sejatinya perwujudan itu bisa dalam segala bentuk hal yang positif.
Dan, November 2007, 6 bulan sebelum peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional, hormat sambil menangis ketika mendengar
Indonesia Raya mengalun pada
1st Asian Choir Games itu rasanya tak terlukiskan :)
Sejauh ini, baru itu pencapaian gue untuk Indonesia
Baru itu..
Itu pun memberikannya rame-rame
*namanya juga paduan suara*Insya Allah pencapaian yang lain masih akan menyusul :)
Sempat pula ingin memberikan sesuatu untuk Indonesia di bidang akademik. Eh tapi baru sampe tingkat Jawa Barat aja udah ampun-ampunan, sempet pake nangis segala pula.
Hal terdekat yang bisa gue lakukan selaku mahasiswa PTN adalah belajar yang rajin karena gue bisa kuliah gini pake uang negara. Jurusan yang sedang gue tekuni ini juga sesungguhnya teramat sangat potensial bagi gue untuk kelak memberikan hadiah-hadiah lain untuk Indonesia.
Di hari ini, mungkin akan ada lebih dari 200juta anak Adam menjadi nasionalis sesaat. Mayoritas paling hanya bertahan seminggu. Tapi, niat baik sesederhana apapun harus dihargai kan?
Sesungguhnya, mengisi kemerdekaan itu bukan hanya kerjaan satu-dua orang, melainkan seluruh elemen harus bersinergi untuk mewujudkan.
Semoga semangat kemerdekaan ini bisa terus ada di dalam diri Bangsa Indonesia. Sesungguhnya negara ini hebat, akan tetapi masih belum ditemukan cara efektif untuk mengeksplorasi kehebatannya :)
Indonesia, aku padamu :)
Tambahan :
Sesungguhnya ada satu ekstrakurikuler lagi yang masih ada hubungan jauh dengan cinta tanah air, dari dulu pengen gue ikutin tapi ga boleh melulu sama enyak yaitu pecinta alam.