Kamis, 27 April 2017

Just An Introvert Who Being Introvert

Kalau ada yang bertanya (itu juga kalau ada yang bertanya ya) ke mana sajakah gue selama beberapa bulan ini, jawabannya adalah gue sempat mendua dari blog. Gue mendua ke Instagram.

Salah satu alasan gue membuat IG adalah membenarkan kata-kata Teh Tuti tentang mengapa beliau udah lama ga ngeblog. Alasannya adalah waktu itu Teh Tuti merasa bahwa kalau mau menulis sesuatu itu harus banyak, terdiri dari beberapa paragraf, dan duduk 'plek' di depan laptop. Ya seperti orang ngeblog pada umumnya lah. Until finally she found IG and realized that picture 'speaks', juga Teh Tuti menyadari bahwa menulis itu bukan tentang seberapa banyak tulisannya tapi tentang 'menulisnya'.

Ditambah juga dengan banyaknya desakan dari berbagai pihak agar gue segera membuat IG, akhirnya gue membuat IG setelah mendapatkan SKL. Saat itu gue fikir, toh ga ada salahnya juga punya IG. Dan benar aja, scroll IG orang itu rasanya lebih 'visual' dibanding blogwalking *yaiyalah diiil*.

Bagi yang penasaran dengan IG gue, cek aja @dilahoy (username ditemukan setelah sekitar setengah jam mencoba berbagai nama yang diinginkan tapi tak kunjung ada yang available). Haha..
*di-follow yaaaaak, pakbapak, buibuuu*.
#ajimumpung

Beberapa teman yang tau bagaimana kehidupan gue di blog ini bilang bahwa post IG gue pencitraan karena isinya 'bener'. Ya ga salah sih, tapi ga sepenuhnya benar. Gue merasakan punya teman di sosmed yang timeline-nya isinya curhatan ga penting, keluhan, umpatan, berita-berita hoax, share hal-hal sensitif kayak isu agama, dan gue tau ada saatnya hal-hal itu menyebalkan. Gue hanya ga mau menjadi bagian dari orang-orang menyebalkan itu bagi teman-teman gue di sosmed.

I mean, sosmed semacam FB atau IG itu bisa dibaca semua orang yang terhubung dengan kita. Tapi blog kan enggak. You could choose whether to read it or not, kalau ga mau dibaca ya ga usah diklik link-nya. Sehingga akhirnya gue cukup yakin bahwa orang-orang (khususnya teman-teman gue) yang bisa tiba di sini adalah mereka-mereka yang memang pengen tau gue sedang ngapain, pengen tau gue sedang merasakan apa, pengen tau apa yang sedang berseliweran di pikiran gue.

Selain itu, gue adalah salah satu orang yang menganut paham bahwa sebaik-baiknya kamera adalah mata dan sebaik-baiknya perekam adalah hati. Satu lagi, sebaik-baiknya terima kasih adalah doa. Dampaknya adalah gue sangat sering ga inget untuk foto momen-momen tertentu jadinya kadang bingung juga mau cerita apa di IG kalau ga ada fotonya, hehe.

Bagi gue, blog (apalagi blog yang ga dikunci macam blog ini) adalah sejenis wadah untuk bercerita bebas tentang apa saja kepada dunia. Walaupun ujung-ujungnya ya hanya kalangan terbatas (mostly teman-teman gue yang itu-itu lagi [but don't worry, I'm happy to have you all]) yang baca. Hal ini jadi semacam wadah yang sangat ideal untuk bercerita bagi seorang introvert yang kadang bisa jadi ambivert kayak gue.

Actually, I'm not typical who like to mengagung-agungkan semacam kepribadian berdasarkan hal tertentu. Tapi sesungguhnya buat orang introvert (lebih tepatnya INFJ, yang sering disangka extrovert) macam gue, berlama-lama di keramaian itu membuat lu merasa terkuras energinya, sekalipun itu di keramaian sosmed semacam IG. Rasanya itu, pikiran dan hati gue jadi bisa capeeeeeeeek banget tiap abis scroll timeline IG.

Pada akhirnya, alasan besar mengapa gue kembali mengeblog setelah vakum beberapa bulan ini adalah dorongan jiwa introvert gue yang ingin memiliki kanal penyaluran emosi ala jiwa introvert.

Yuk, nulis lagi.
:)