Senin, 28 Desember 2015

Peta

Suatu hari di masa yang lampau, kau pernah menunjukkan padaku sebuah peta. Peta rencana perjalananmu, lengkap dengan peristirahatan-peristirahatan selama perjalanan. Bahkan mungkin kamu tak sadar pernah memberikan salinannya padaku.

Seseorang pernah berkata bahwa orang-orang dengan tujuan yang sama akan bertemu di perjalanan. Maka dari itu aku mencoba menelusuri jejakmu, mengikuti rutemu.

Namun aku tak kunjung menemukanmu.
Apakah kamu sudah jauh di depan?
Ataukah masih tertinggal di belakang?
Tapi rasa-rasanya aku sudah menjadwalkan perjalananku agar sesuai dengan jadwalmu.

Tak kunjung menemukanmu,
Hingga akhirnya aku mulai menikmati rute ini,
Rute ini indah.

Pemandangannya indah,
Lokasi persinggahannya indah,
Tempat-tempat yang dijadikan titik peristirahatannya indah,
Pilihan jalan di tiap-tiap persimpangannya juga indah.

Hingga akhirnya aku menikmati rute ini,
Lalu sedikit banyak mengubah petaku,
Menyisipkan beberapa lokasi peristirahatan yang sama dengan peristirahatanmu,
Menjadwalkan singgah di tempat-tempat persinggahanmu,
Dan mencatut beberapa pilihan jalan yang kau pilih.

Meski pada akhirnya aku menikmati rute ini,
Tapi,
Mengharapkan berpapasan denganmu,
Masih boleh kah?

Atau sesungguhnya ada orang-orang yang memang ditakdirkan untuk tidak pernah bertemu,
Meski melalui jalan yang sama?

Selasa, 15 Desember 2015

#MatahariAkar [Autumn in Tokyo (dan Sekitarnya)]

Berhubung gue ga punya instagram, maka dari itu gue mau mengepost foto-foto gue di sini.

Sesungguhnya suka ada yang nanya juga, meragukan apakah gue benar sedang ada di Jepang atau enggak karena ga ngepost foto-foto selama di Jepang di FB (gue ga punya instagram). Sebenarnya, somehow gue takut, takut ada yang bilang sombong lah, takut malah dirasa spamming lah, takut ada yang pengen banget ke Jepang tapi belum dikasih rezeki untuk ke sini lah, dan takut-takut yang lain. Akhirnya gue memutuskan untuk mengepost di sini saja sebagai mupaya menjaga hati-hati yang harus dijaga karena orang-orang yang mampir ke sini bisa dikatagorikan sebagai orang-orang di lingkaran dalam gue yang ingin tahu gue sedang apa, sedang mikirin apa, sedang sehat atau enggak, sedang galau atau enggak, dan sedang-sedang yang lain.

Ketika mengetik ini gue baru sadar bahwa yang terjadi di paragraf atas ini adalah benar. Untuk orang-orang yang search something randomly dan menemukan blog gue, itu lain kasus, hehe..
Terima kasih ya karena sudah mampir :)
Terima kasih karena sudah peduli :'

Tiba di Jepang pada awal Oktober membuat gue dapat menyaksikan daun yang berubah warna menjadi oranye/merah/kuning karena autumn. Bagi makhluk tropis seperti gue, ini adalah pengalaman pertama. Every first do always special.
:)

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang masih berani kamu dustakan, Dil?

Momiji merah @Kuil di puncak Mt. Mitake
Pekan pertama gue di sini, program exchange gue mengadakan fieldtrip ke Mt. Mitake. Judul di announcement-nya sih hiking, gue udah siap-siap aja. Eh tapi ternyata kami naik cable car sampai puncak gunung. Asoy beneeer~

Selama naik cable car gue merasa keren *emang dasarnya aja belom pernah naik yang kayak gitu*. Ada sejalur bagian gunung yang pohon-pohonnya ditebangin biar dapat dipasang tiang pancang dan instalasi cable car. Naik gunung jadi tak terasa. Keren lah.

Setelah sampai atas, kami masih jalan kaki lagi sedikit menuju penginapan untuk selanjutnya naik lebih jauh menuju puncak gunung. Di puncak gunungnya ada kuil dan di halaman kuilnya ada pohon momiji.

Salah satu hal yang amazing adalah di puncak gunung itu ada vending machine. Bagi gue yang ketika itu baru sepekan menjejakkan kaki di Jepang, itu menjadi hal yang amazing.


@Tepi jalan raya di depan dorm

Ku tak masalah bila terkena hujan, tapi aku takut kamu kedinginan #sepatu
Foto ini diambil di jalan raya di depan dorm. Ceritanya pada hari itu gue mau ke supermarket untuk ngeborong membeli sesuatu. Ramalan cuaca berkata bahwa hari itu hujan, maka dari itu gue tidak membawa Si Merah dan memutuskan berjalan kaki. Actually hari itu memang hujan sih, lebih tepatnya adalah gerimis gatel *istilah apa ini*. Tapi untuk standar orang Bogor, segitu belum layak disebut hujan.
-____-

@Fuchu no Mori Kouen

Jerapan naik jerapah

Sok-sok ide foto, padahal belum masuk ke dalam museumnya
Setengah jongkok, yang penting bahagia (side story, jadi inget penyiksaan setengah bending jalan dahulu, haha)
Kouen itu artinya taman. Foto ini diambil masih di hari yang sama dengan foto di atas. Gue perlu melewati kouen ini untuk menuju supermarket yang dituju.

Tentang jerapah, itu gue ga naik kok, suer deh, hanya beberapa anak tangga itu doang untuk keperluan foto-foto, setelahnya turun lagi. Selain perosotan jerapah itu masih banyak mainan anak-anak yang lain seperti jungkat-jungkit, box pasir, monkey bar, dan flying fox mini. Kayaknya bahagia deh jadi orang tua dari anak kecil di Jepang. Kalau mau nyari hiburan untuk anak, ga perlu ke mall, ke kouen terdekat juga cukup.

@Edo-Tokyo Tatemono Museum
Mamah, daunnya oren!!
Tatemono itu artinya gedung. Sesuai dengan judul museumnya, Edo-Tokyo Tatemono Museum adalah museum yang isinya kedung-gedung di jaman Edo (Tokyo jaman dahulu). Bangunan di sisi timur museum merupakan representasi bangunan di daerah timur Edo dan bangunan di sisi barat menggambarkan bangunan di bagian barat Edo. Kompleks museumnya luaaaaaaaaaas banget~

Gue ke museum ini dalam rangka fieldtrip mata kuliah Japanese Culture bab rumah tradisional Jepang. Lokasi gedung ini di dekat kampus TUAT Koganei.

@Kampus Fuchu
Foto ini diambil oleh salah seorang teman exchange gue yang multitalented. Dia jago nyanyi, bisa masak, dan hasil fotonya kece kalau jadi fotografer. Photo credit, Hyunh Tan Loc asal Vietnam.


@Koganei Park

Setengah kuning, setengah hijau
Actually, Edo-Tokyo Tatemono Museum terletak di Koganei Park. Tapi kali ini gue hanya ke Koganei Park-nya saja bersama teman-teman PPI kelurahan Fuchu-Koganei dalam rangka momiji-an. Meskipun pada akhirnya kami ga menemukan momiji dan malah menemukan ginko. Photo credit, Mbak Indri.


@Asakusa Shrine, background Tokyo Skytree
Meskipun tidak ada daun warna oranye/kuning/merah, ini gue tambahkan bonus foto. Foto diambil oleh Mbak Indri (lagi) di Asakusa Shrine. Bangunan yang menjulang tinggi jauh di belakang itu adalah Tokyo Skytree. Mayan lah udah punya foto bareng meskipun belum sempet datang ke sana.

Untuk semua hal ini,
Alhamdulillaahirabbil'alamiin
:')

Sabtu, 12 Desember 2015

#MatahariAkar [Si Merah]

Perkenalkan, ini adalah salah satu sahabat baik gue selama di Jepang..
Si Merah

Si Merah ini adalah sepeda warna merah *ya iyalah merah* yang gue beli pada hari kesepuluh gue di Jepang.

Jadi ceritanya, kampus tempat gue exchange ini terletak di dua lokasi pada dua kelurahan berbeda. Kalau mengacu pada gmaps, jarak antara kedua kampus ini sekitar 5 hingga 6 km. Lokasi asrama gue adalah International House di salah satu kampus, sedangkan lokasi perkuliahan program exchange yang gue ikuti ini tersebar di kedua kampus sehingga gue perlu bolak-balik dalam sepekan di antara kedua kampus tersebut.

Ada beberapa rute untuk menuju kampus yang satunya lagi. Rute pertama adalah rute paling konvensional dan paling sedikit jalan kaki yaitu naik bis disambung kereta dan menghabiskan ongkos sebesar 340 yen. Bolak-balik jadi 680 yen. Berhubung pada 10 hari pertama kedatangan gue ke Jepang satu-satunya rute yang gue tau adalah rute ini, maka rasanya beraaaaat sekali untuk ngeluarin ongkos ke kampus sebanyak 3-4 kali per minggu.

Mungkin sudah pada khatam ya bahwa di Jepang itu pada pakai sepeda ke mana-mana, maka dari itu gue bertekad untuk punya sepeda selama di sini. Pertama-tama, gue bertanya ke Teh Usi perihal ada atau tidaknya sepeda warisan untuk anak program exchange gue ini. Ternyata sesungguhnya terdapat tiga buah sepeda warisan tapi yang masih layak pakai tinggal sebuah. Dua buah lainnya, kata Teh Usi, nasibnya sudah menyedihkan, harus diganti beberapa bagian vital seperti ban dan itu agak mahal, haha.

Harga ganti ban ga beda jauh dengan harga sepeda second hand yang biasa-biasa aja. Harga sepeda second hand yang agak bagus ga beda jauh dengan sepeda baru yang biasa-biasa aja. Nah gue jadi makin galau kan.

Akhirnya gue bertekad mendatangi beberapa toko sepeda (baru dan second hand) di sekitaran kampus jauh dan kampus dekat *istilah macam apa ini* demi menemukan sepeda tambatan hati dan finally berhasil menemukan Si Merah ini dengan harga yang cukup miring. Hal menakjubkannya adalah doi masih baru, coy. Ya gue beli lah akhirnya. Gue naksir sejak pandangan pertama. Salah satu alasan mengapa gue bisa naksir dia pada pandangan pertama adalah karena warna fakultas gue di IPB adalah warna merah.

Harga Si Merah ini sudah balik modal dengan 11 kali bolak-balik ke kampus yang jauh naik bis dan disambung kereta.
Alhamdulillah~

Berbicara mengenai sepeda, sepedahan di Jepang itu ada aturannya tersendiri, coy. Di pekan pertama gue di Jepang isinya adalah guidance dan mengurus administrasi doang. Sepeda dengan sangat mudah disimpulkan merupakan hal yang urgent karena ada setengah hari tersendiri yang isinya full membahas mengenai sepeda.

Berikut ini gue sampaikan peraturan-peraturan bersepeda di Jepang, mana tau ada yang dapat rejeki bisa ke sini.

Pada dasarnya sepeda harus berada di jalan utama, di sisi kiri jalan (Jepang kan mengemudinya di sisi kiri, kayak Indonesia). Tapi sepeda boleh berada di trotoar dengan beberapa kondisi yakni jika ada rambu bergambar orang dan sepeda, pengemudi di bawah 13 tahun atau di atas 70 tahun, dan tergantung keadaan jalan raya. Berhubung jalan raya yang gue lewati seminggu 3 kali ini besar banget, gue selalu berkendara di trotoar.

Kita ga boleh naik sepeda ketika mabok. Ya iyalah --"
Sensei yang menjelaskan hal ini sempat menanyakan apakah ada di antara mahasiswa yang tertukar ini yang suka minum-minum atau enggak. Dan ternyata ada, haha. Sensei said that,
"If you go to the party, you may this *memeragakan orang naik sepeda*. But after the party, you have to this *memeragakan orang menuntun sepeda*"
Haha.

Sepedahan di Jepang ga boleh boncengan. Tapi gue pernah beberapa kali melihat orang pacaran yang boncengan, meskipun ga di jalan raya sih. Biasanya kalau ada pasangan yang satu sepedahan dan yang satunya enggak, yang sepedahan itu akan menuntun sepedanya dan jalan berduaan sama pacarnya, haha, so sweet yah. Sepedehan itu hanya boleh membonceng anak di bawah 6 tahun.

Actually, sepedahan di Jepang itu ga boleh sejajar karena itu menuh-menuhin jalan dan mengganggu orang. Jalan kaki juga gaboleh sejajar kayak boyband gitu. Jalannya harus satu-satu biar ga menuhin trotoar dan mengganggu pengguna jalan lain. Ya memang logisnya harusnya seperti itu sih.

Kalau malam hari naik sepeda harus menyalakan lampu. Kita juga ga boleh parkir sembarangan. Ya iyalah --"
Kalau parkir sembarangan, bisa-bisa dirapihin sama petugas, sepedanya disita, dan harus bayar untuk ngambilnya lagi.

Ga boleh naik sepeda sambil teleponan, sambil dengerin earphone, dan sambil pakai payung karena konsentrasi kita ga full ke arah jalan. Bisa kena denda, broh. Ya harusnya memang begitu sih. Bahkan naik sepeda ketika hujan itu sangat tidak disarankan dan lebih baik pakai jas hujan kalau tetap nekat mau sepedahan ketika hujan.

Di setiap persimpangan diharapkan berhenti dan liat di cermin. Di Jepang ini jalan-jalan tikus itu banyak dilewati sepeda *kan soalnya sepeda ukurannya ramping*, makanya almost di tiap persimpangan ada cermin cembung dengan sudut 45 derajat buat menginfokan keadaan di balik belokan.

Trus, prioritas tertinggi pengguna jalan di Jepang adalah pejalan kaki. Pesepeda ga boleh membunyikan bel ke pejalan kaki. Serunya lagi, prioritas ini disusul oleh pesepeda, baru deh kendaraan bermesin. Kalau misal mau menyeberang jalan dan ada mobil, mobilnya akan memberi kesempatan ke pesepeda dulu. Asik kaaaan~

Priotas lainnya adalah yang jalan lurus itu lebih diprioritaskan daripada yang jalannya belok. Misal ada trotoar dan tetiba ada gang di sisi trotoar. Nah, ketika gue mau melewati gang tersebut lalu ada mobil yang mau keluar dari gang, maka gue akan dapat prioritas duluan karena track trotoarnya lurus.

Ya begitulah~
Masih ada hampir 10 bulan lagi untuk bersenang-senang dan mengitari daerah tempat tinggal gue bareng Si Merah. Semoga dia masih baik-baik saja keadaannya hingga tahun depan dan dapat gue wariskan dengan layak ke anak STEP berikutnya. Semoga ada yang dari IPB dan gue kenal orangnya. Aamiin.
:)

Rabu, 25 November 2015

#MatahariAkar [Tokyo Hari Ini]

Jadi ceritanya hari ini gerimis dari pagi. Musim gugur tanpa hujan/gerimis saja itu sudah lebih dari cukup untuk membuat males gerak, maunya di kasur melulu sambil selimutan. Apalagi kalau ditambah hujan.

Di luar itu semua itu, selama SMP dan SMA, gue sering banget berjemur di lapangan sekolah. Entah itu dalam kasus dijemur (jadi yang baris) atau kasus menjemurkan diri (ga baris tapi ada di lapangan, misal mengambil alih komando atau cuma jadi kompor doang selama baris).

Dan betapa kagetnya gue ketika melihat handphone dan tertera..
Real feel 0 derajaaaaaat *shock*

Nanti malam broh.
Enjoy it.
:D

"Orang Jepang itu sangat menghargai musim-musim yang ada. Setiap musim punya perayaan dan festival tersendiri. One year here, you'll have it all. Enjoy it."
.Tasaki Sensei.

Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

Tiba-tiba jadi kangen lapangan di Jalan Juanda, lapangan di Jalan Kartini, Lapangan Sempur, lapangan di Mayasanggraha, Lapangan Heulang, dan lapangan di depan panggung GOR Pajajaran. Abis pulang dari sini, main-main ke lapangan itu ya, Dil!!
:)

Jumat, 20 November 2015

Cokelat

Aku suka beberapa hal berwarna cokelat karena mereka merepresentasikan banyak hal lain.

Cokelat pertama adalah cokelat.
Manis, meskipun, yaaah, aku tahu manisnya itu dari gula.
Menenangkan, theobromin-nya lebih dari cukup untuk memperlebar pembuluh darah sehingga sirkulasi darah menjadi lancar dan memberi efek tenang.

Cokelat berikutnya adalah batang dan ranting pohon.
Kokoh dan rapuh dalam satu tubuh. Aku tahu kapan ia boleh dijadikan tempat bersandar dan kapan dia harus dilindungi.

Cokelat terakhir adalah jaket kesayanganku.
Hangat.

Sebenarnya ada satu cokelat lagi,
Matamu.
Karena pemiliknya..
..manis; menenangkan; kokoh sekaligus rapuh; hangat.

Kamis, 05 November 2015

#MatahariAkar [Lele]

Kemarin di beberapa grup-grup Indonesia *gaya beut lah, padahal cuma punya grup Jepang empat buah doang* yang gue ikuti sempat ramai perihal gempa. Ngomong-ngomong tentang gempa, gue jadi mau cerita tentang lele. Apa hubungan antara gempa dengan lele? Silakan dibaca saja, haha.

Awal mula ceritanya adalah gue pernah berjalan-jalan ke supermarket untuk mencari ikan dan menemukan ikan salmon. Gaya banget kan di sini gue makannya salmon, haha. Tapi sayangnya dia mihiiiiiil.

Karena tetiba gue rindu pecel lele, setelah membeli salmon mihil itu pikiran liar gue menuju kepada sebuah simpulan bahwa bisa jadi kalau semisal ada lele dijual di supermarket maka harga lele itu kemungkinan akan lebih murah daripada salmon. Lalu dengan polosnya gue mengutarakan simpulan semena-mena gue kepada seorang teman dari Indonesia.

Oleh teman Indonesia yang sudah lebih lama di sini, gue diberitahu bahwa lele adalah simbol gempa, makanya dia ga dijual di Jepang. Gue ga tau deh itu lelenya salah apa sampai-sampai dia dijadikan sebagai simbol gempa.

Pantas saja di pinggir-pinggir jalan raya, kita dapat dengan mudah menemukan billboard seperti ini.
Ini lele versi kartun

Orang jepang memang terlalu kreatif gitu, lele aja dibikin versi kartunnya, hehe. Kartun lele ini sesungguhnya menandakan bahwa di sekitar lokasi billboard tersebut terdapat tanah lapang yang dapat dijadikan sebagai tempat evakuasi kalau ada gempa.

Ngomong-ngomong tentang gempa, ada pesan moral yang gue dapatkan dari seorang kakak di sini bahwa,
"Kalau ada gempa, selama orang Jepangnya belum panik, kamu ga usah panik, Dil."
.Mbak Indri.

Ngomong-ngomong tentang Mbak Indri, Mbak Indri ini adalah adik bungsu dari Bu Rini yang laboran TIN. Ga pada kenal kan? hehe.
#ApaLuTehDil

Ngomong-ngomong tentang gempa (lagi), Sensei Japanese History gue beberapa pekan lalu dengan tenangnya bercerita,
"Di Jepang ini sering terjadi gempa karena di sini terjadi pertemuan beberapa lempang benua. Di sini ada yang udah pernah ngerasain gempa, belum? Heumm, mungkin orang Indonesia pernah. Yaaaa, yang jelas, kalau kalian (anak-anak STEP) setahun berada di Jepang, besar kemungkinan kalian akan merasakan gempa. Siap-siap ya. Haha *ketawa datar*. Kita hanya bisa berdoa semoga gempanya tidak berpotensi menimbulkan kerusakan besar."
Zinnnggg
Kami sekelas cuma pada bisa diem doang dengan muka horor. Haha.

Tentang lele gempa ini, doa gue sama seperti doanya Sensei,
Semoga selama setahun di sini, gempa-gempa yang terjadi tidak berpotensi menimbulkan kerusakan besar.
Aamiin
:)

*Foto diambil dari Google (lupa nyatet alamatnya apa), tapi di sekitar lokasi tenpat gue tinggal ini gambar di billboard-nya memang seperti itu.

Selasa, 03 November 2015

#MatahariAkar [Favorite Way to Suicide]

Jadi ceritanya mulai dari 1 Oktober 2015 ini gue sudah tiba di Jepang. Di email pemberitahuan keberangkatan diberitahukan bahwa mahasiswa yang mendarat di Narita akan dijemput oleh staff universitas, sedangkan mahasiswa yang mendarat di Haneda silakan menuju kampus sendiri. Daripada nyasar di negara orang, gue memilih mendarat di Narita.

Ternyata eh ternyata, setelah sampai kampus ini gue baru tahu bahwa jarak kampus dan bandara Haneda jaraknya tidak sampai 2 jam naik kereta. Oke fine.

Jadi ceritanya, di email pemberitahuan itu gue diberi tahu bahwa harus menyiapkan sejumlah uang untuk membeli kereta express dari Narita ke Tokyo. Ternyata eh ternyata, staff yang menjemput di Narita bilang bahwa ada sedikit gangguan dan perjalanan akan diganti jadi naik bus.
"We will take a bus from Narita, instead of train. I'm sorry for this. Someone jumps into the railway. Needs time to fix it. In Japan, jump into the railway is the most favorite way to suicide."
Astaghfirullah
Gue cuma diem-diem-cengo aja pas seseorang yang menjemput gue bilang kayak gitu.

Selama sebulan di sini, gue sudah pernah mengalami cerita mengenai delay kereta sebanyak 4 kali. Penyebabnya sama, favorite way to suicide. Di Jepang banyak banget kasus orang bunuh diri dengan cara menabrakkan diri ke kereta. Mungkin karena kereta itu cepat kali ya, jadi ga kerasa apa-apa. Naudzubillahimindzaalik.

Salah seorang kakak gue dari Indonesia *yeah, I do have another family here :')* bercerita bahwa Sensei-nya pernah komplain yang intinya,
"Kalau mau bunuh diri, jangan loncat ke rel kereta gitu. Menghambat aktivitas orang lain, tauk."
Karena Jepang ini luar biasa ontime, terlambat semenit aja bisa jadi urusan gawat. Bahkan di stasiun gue pernah menemukan orang yang nanya jam ketika sedang menunggu sesuatu dan pertanyaannya itu gini,
"Ima nan pun desu ka?"
(Sekarang menit berapa?)
Buseeeeeeeeeeeet

Ketika orientation di awal mengenai cara hidup di Jepang, salah seorang Sensei gue berkata seperti ini,
"No matter one minute, or five minutes, or fifteen minutes, once you late, it is a late"
Zinnngggg
Kelas langsung sunyi

Karena itu pula kalau ada seseorang yang loncat bunuh diri ke rel kereta, keluarganya yang justru akan dikenakan denda oleh pemerintah. Udah mah kemungkinan dia bunuh diri adalah karena ada masalah, trus malah nambahin masalah keluarga pula. Kan itu malah ngerepotin yak --"

Oke, balik lagi ke urusan suicide.
Bagi gue yang seorang muslim, suicide is not a choice. Kita boleh gagal, tapi ga boleh putus asa. Kita boleh gagal, tapi kita harus sabar menerima takdir itu. Kita boleh gagal, tapi tetap harus bersyukur. Ngetiknya sih gampang, tapi dikerjainnya susah. Tapi kalau ga susah, ya ga naik kelas dong?

Jadi inget dengan salah satu status Aa' di Smansa yang pernah jadi ketua BEM TPB IPB *yaelah pasti ketebak ini siapa* yang intinya begini,
"Jika kita sudah bersyukur ketika mendapat anugerah dan bersabar ketika mendapat musibah, sudahkah kita bersyukur ketika mendapat musibah dan bersabar ketika mendapat anugerah?"
Level gue belum sampai situ..
T_T

Suicide is not a solution. Mungkin di dunia bisa selesai, tapi who knows kabar di akhirat? Yah, mungkin kepercayaan dari beliau-beliau yang suicide itu ga ada kehidupan lagi setelah dunia. Tapi kan gue percaya.

Kan lagipula kata Rasul,
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.”
Hadist Riwayat Muslim

Kalau kita punya tempat bergantung yang kuat sih harusnya suicide is not a choice.

Pesan moral dari tulisan ini adalah,
Jangan panik kalau main ke Jepang dan menemukan kasus suicide.
#salah

Pesan moral dari tulisan ini adalah,
Ibadah disertai niat yang bener.
Kalau suatu saat nanti ga ada manusia yang bisa nolong, Allah bisa.
:)

Senin, 26 Oktober 2015

#MatahariAkar [The Beginning]

Dalam setahun ke depan mungkin gue akan menulis banyak post dengan hashtag #MatahariAkar. Rangkaian post #MatahariAkar ini adalah kisah gue selama di Jepang. Sejak kapan gue ada di Jepang? Nah maka dari itu gue mau menceritakan banyak hal di #MatahariAkar ini.

Kenapa nama sekuelnya #MatahariAkar? Jadi, Jepang kalau ditulis dalam kanji adalah seperti ini:
dibacanya: Nihon

Belajar kanji itu filosofis banget. Seru loh. Mungkin kapan-kapan gue akan membuat tulisan mengenai kanji.

'Ni'-nya adalah kanji dari matahari dan 'hon'-nya adalah kanji dari akar. Kanji 'hon' kayak gitu juga sebenarnya artinya buku, tapi kan #MatahariBuku agak aneh ya? Lebih keren #MatahariAkar lah menurut gue. Secara harfiah, Nihon itu artinya "The sun's origin" karena kan kalau awal mula apa-apa itu dari akar ya. Makanya sekuel ini judulnya #MatahariAkar. Nomenklatur "The sun's origin" atau "Land of the rising sun" ini dibikin oleh China pada dinasti Sui karena jika according to China, Jepang itu lokasinya lebih timur daripada China. Heummmmm, leh ugha.

The Beginning
Awal-awalnya duluuuuu banget, mentor pertama ketika gue kelas X di Smansa hanya sempat mengisi mentoring sekitar 2 bulan karena selanjutnya beliau akan mengikuti exchange ke Jepang. Beliau kuliah di Sastra Jepang UI angkatan 2005, ya wajar lah ya kalau exchange-nya ke Jepang. Awalnya gue biasa aja.

Setelah mentor pertama kelas gue exchange, ada mentor pengganti. Beliau FKH IPB angkatan 45. Ibu beliau adalah dosen TIN. Di awal masa semester 3, ibu dosen tersebut sempat memberikan kuliah umum terkait suatu mata kuliah di angkatan gue dan berkata, "Kalian angkatan berapa? 48 ya? Aduh, kalian lebih muda daripada anak saya. Anak bungsu saya angkatan 45. Dia mau berangkat ke Jepang akhir bulan ini". Disitu gue rasanya agak ga rela. Padahal siapa gue, hehe. Mentor gue itu (kita sebut saja si Teteh) udah gue anggap kayak kakak sendiri karena gue ga punya kakak, makanya agak ga rela pas tau beliau mau exchange ke Jepang setahun.

Selama si Teteh di Jepang, gue sering mengintip blognya dan menemukan sudut pandang lain mengenai exchange. Jauh sebelum gue membaca buku 99 Cahaya di Langit Eropa, gue sudah mulai menelaah mengenai "Menjadi agen muslim yang baik" melalui perjalanan si Teteh di Jepang. Juga mengenai quote legendaris Smansa, "Jangan batasi diri, tapi tau batasan diri", gue menemukan itu di perjalanan hidup Teteh di Jepang. Teteh gue yang satu ini adalah orang Bogor yang kuliah di IPB, kebayang lah ya kerjanya pulang-pergi seperti gue. Teteh pernah mengaku ga bisa masak. Sedangkan hidup di negara minoritas muslim dengan status kehalalan bahan pangan yang tidak jelas menjadikan Teteh ya harus masak, kalau ga masak nanti ga makan. Sampai-sampai di blog Teteh ada label khusus mengenai masakan beliau selama di Jepang dengan judul 'something edibel'.

Ketika SMP, gue pernah diajarin cara survival di hutan. Kasus kali ini adalah Jepang yang notabene lebih ramah daripada hutan. Bagi gue, itu sangat menantang. 

Sepulangnya si Teteh dari Jepang, gue sempat bertemu beliau di kantin Sapta. Di situ gue bertanya banyak mengenai program exchange yang beliau ikuti. Dari situ gue tau bahwa nama program exchange-nya adalah STEP@TUAT (Short Term Exchange Program at Tokyo University of Agricullture and Technology). Dari beliau, gue tau bahwa pendaftaran program ini di IPB biasa dibuka dari sekitar Desember hingga Februari.

Dengan bermodalkan penasaran, di awal Januari gue iseng membaca requirements-nya. Sedikit sih, tapi harus diperjuangkan untuk mendapatkannya, misal TOEFL dan medical check up.

Saat itu gue sadar bahwa selama Januari-Februari 2014 gue ada agenda UAS semester 5, Fieldtrip angkatan ke Jawa-Bali (gue jadi sekretaris kepanitiaan), dan umroh sekeluarga. Ditambah gue masih akan punya tanggungan di BEM F hingga Oktober/November 2014, itu semakin membenarkan gue untuk ga daftar. Akhirnya gue batal daftar tanpa sempat melakukan perjuangan sama sekali.

Di awal Oktober 2014, tetiba berseliweran di beranda Facebook gue mengenai keberangkatan Teh Usi (Muhjah Fauziyah, FEM 47). Ternyata Teh Usi ikutan STEP yang berangkat 2014. Ya udah. Antiklimaks.

Di awal Januari 2015, ketika masih ribet-ribetnya dengan tugas akhir mata kuliah Perancangan Pabrik, gue mendapat broadcast mengenai program STEP@TUAT 2015. Gue ingin ikut. Gue ingin mengalahkan rasa malas gue di tahun sebelumnya. Gue ingin mengalahkan diri gue yang tahun lalu sudah kalah bahkan tanpa sempat berjuang. Gue ingin menuntaskan rasa penasaran gue.

Bersamaan dengan persiapan pelaksanaan proker perdana BEM KM, BEM Expo "Isi Rumah Kita", gue juga mempersiapkan berkas keperluan pendaftaran. Ya tes TOEFL lah. Ya harus nunggu 3 pekan terhitung sejak daftar baru tes lah. Ya harus nunggu 7 hari kerja untuk ambil hasil TOEFL lah. Ya tes TOEFL pas sedang flu berat karena terlalu lelah dan memforsir diri di banyak hal lah. Ya birokrasi Dit***a yang you know lah kayak apa. Ya ke poliklinik kampus dan malah dilempar-lempar lah. Ya muter-muter mencari RS di Bogor yang bisa X-ray thorax dan hasilnya cepat lah. Ya ambil darah dan urin di Prodia sampai numpang shalat di rumah sepupu lah. Ya sengaja nunggu dari sore untuk ambil nomor antre pertama di dokter langganan sejak kecil lah. Ya bolak-balik dari rumah ke tempat praktek dokter karena dokternya salah isi dan gue ngeprint ulang form kesehatan lah. Ya ngabisin uang tabungan 3 bulan untuk ngerjain itu semua lah. Ya gitu lah.

Gue awalnya sempat galau ketika mau ikut. Galau kalau lolos nanti harus bagaimana. Dengan kondisi gue yang sudah tingkat segini, berarti S1 gue akan 5 tahun lebih dikit. Wedeh. Ada dua jawaban yang membuat gue akhirnya tetap mencoba. Yang pertama adalah dari Ibu,
"Kalau daftar aja belum mah ga usah mikir gimana kalau keterima. Yang daftar aja belum tentu keterima, apa lagi yang ga daftar."

Jawaban kedua adalah dari partner ngasprak gue selama 2 semester, Kholiq,
"Lu punya kesempatan itu, Dil. Ambil. Kalau lu tanya gue, dengan kondisi gue yang kayak gini, gue ga akan ambil. Gue anak laki-laki pertama lah. Bidik Misi yang cuma sampai semester 8 lah. Banyak, Dil, alasannya."

Ahirnya dengan banyak-banyak basmalah, gue daftar.

Setelah wawancara dengan orang ICO dan Dit***a lalu dipojokkan hingga terpojok dengan bahasa Inggris pas diwawancara, setelah  bingung karena email penerimaan yang bahasanya tersirat banget (sampai gue bingung maksud email ini sebenarnya artinya keterima apa enggak sih), setelah deg-deg-ser menanti kiriman COE dan LOA yang akan jadi surat sakti untuk bikin visa, setelah bikin visa yang ternyata simpel banget, finally semenjak 1 Oktober 2015 gue sudah ada di negara #MatahariAkar.

Selamat datang :)
Bismillaahirrahmaanirrahiim
:)

Sabtu, 05 September 2015

Payau

Air kran di mushala Stasiun Jakarta Kota.
Mengetahui pikiranku sedang berantakan,
Kau mengirim pesan singkat, "Jalan yuk?"
Aku diam.
Perempuan tak suka ditanya.
Sepertinya kau paham,
Lalu mengirim pesan lagi, "Ke Kota Tua ya besok :)"
Tak ada celah berkata "Tidak",
Lagipula aku tak mau berkata "Tidak".
Hingga akhirnya aku berwudhu dengan air kran di mushala Stasiun Jakarta Kota.
Rasanya payau.

Lagi-lagi,
Air kran di mushala Stasiun Jakarta Kota.
Kali ini aku yang mengajak.
Meminta ditemani untuk mengurus sesuatu.
Dengan dalihku, "Bukan warga Ibu Kota",
Kau dengan mudahnya berkata, "Ya".
Aku tak tahu kau sakit,
Kalau tahupun aku akan batal mengajakmu.
Mengitari Ibu Kota seharian,
Satu hal yang kuyakini, demammu makin tinggi.
Hingga akhirnya aku lagi-lagi berwudhu dengan air kran mushala Stasiun Jakarta Kota.
Rasanya payau.

Air mataku.
Masih tentang kamu.
Rasanya payau.

Minggu, 02 Agustus 2015

Hai, Kamu

Hai, kamu..
Selamat ulang tahun ya
Semoga sisa umurmu selalu digunakan untuk beribadah kepadaNya

Hai, kamu..
Selamat wisuda ya
Semoga dilancarkan urusan pascakampusmu

Orang bilang,
Motivasi terbesar adalah berasal dari diri sendiri,
Sehingga aku ingin berterima kasih
Berterima kasih kepada dua orang kamu,

Hai, kamu..
Terima kasih ya
Terima kasih atas kamu yang mampu membuat diri ini termotivasi di akhir masa putih biru, menembus batas diri, dan menjadi lebih baik dalam menghadapi putih abu.

Hai, kamu..
Terima kasih ya
Terima kasih atas kamu yang mampu membuat diri ini termotivasi di akhir masa putih abu, menembus luar biasa banyak batas diri, mampu menentukan tujuan, mampu membuat keputusan besar, dan menjadi lebih baik dalam menghadapi pasca putih abu.

Berterima kasih karena kamu dan kamu sangat mengagumkan.
Berterima kasih karena kamu dan kamu pernah membuatku berusaha untuk menjadi versi yg lebih baik daripada diri yang sebelumnya,

Sekali lagi,
Selamat dan terima kasih
:)

Selasa, 21 Juli 2015

Ketupat Milenium

Ada yang tahu ketupat?
Atuhlah ya sedih banget kalo ga tau

Ada yang tahu ketupat milenium? Gue baru liat ketupat ini di abad ini. Sesungguhnya ketupat milenium adalah nama yang semena-mena gue ciptakan sendiri.

Ketupat Milenium

Ketupat milenium ini merupakan beras yang dimasukkan ke dalam plastik HDPE. Plastik HDPE ini lalu di-seal dan diberi bolongan-bolongan kecil di seluruh permukaannya. Yoih, ketupat milenium ini pake plastik coy, udah bukan daun kelapa lagi.

Proses menanaknya juga sangat simpel yakni ketupat hanya direbus di dalam air selama beberapa menit. Ya ini sebenarnya sama seperti merebus ketupat konvensional sih. Haha.

Sebenarnya hanya ada satu hal yang gue kritisi dalam ketupat milenium ini yaitu penggunaan HDPE sebagai kemasan. Plastik, apapun plastiknya, jenis HDPE sekalipun (yang memang biasanya diperuntukan untuk membungkus makanan panas seperti kuah bakso), sebenarnya tidak direkomendasikan terkena suhu panas dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan monomer plastik terlepas dan bermigrasi ke makanan. Perihal migrasi monomer ini menjadi agak sedikit menyeramkan karena monomer tersebut bersifat karsinogenik.

Sedikit banyak, gue agak setuju dengan bio twitter salah seorang teman gue,
"Packaging is partly art and partly science"
Sebenarnya gue akan lebih setuju ketika "Packaging is partly art and partly engineering", hehe. Itu lah ya intinya *naon dil*.

Abaikan paragraf di atas.
Kita ulangi,

Sedikit banyak, gue setuju dengan bio twitter salah seorang teman gue,
"Packaging is partly art and partly science"
Membahas dunia packaging itu seru. Seru banget. Betapa sekarang ini kenampakan packaging juga menjadi salah satu faktor customer dalam memilih produk. Packaging juga harus dapat merepresentasikan produk dengan baik dan memberikan informasi-informasi yang sekiranya dibutuhkan oleh calon customer. Maka dari itu, bargaining position packaging kini sudah bukan semata-mata untuk membungkus benda. Posisi packaging sudah jauh melampaui hal itu.

Termasuk ketupat milenium HDPE ini. Dilihat dari sisi sebelah manapun juga, ketupat milenium ini lebih cantik daripada ketupat daun kelapa. Kadar 'kehigienisan' plastik juga dirasa lebih meyakinkan ketimbang daun kelapa. Ukurannya yang seragam juga merupakan ciri khas dari industri. Di samping itu, di dalam dunia packaging terdapat teori tak tertulis bahwa kemasan bening/transparan itu memberikan kesan mewah terhadap produk yang dikemasnya. Nah!!

Sedih adalah,
Ketika lu pernah PL selama 2 bulan di bagian RnD Packaging,
Lalu lu menjadi jatuh cinta dengan dunia pengemasan,
Lalu lu menjadi asisten mata kuliah pengemasan,
Lalu lu merasa salah stream,
Lalu lu sering berbusa-berbusa cerita mengenai pengemasan di rumah,
Lalu bahkan lu sudah punya ide tugas akhir mengenai pengemasan (tapi ga jadi digunakan),
Dan ternyata keluarga lu membeli ketupat milenium itu untuk lebaran.
*foto di atas itu diambil di meja makan rumah gue*

Di situ gue merasa sedih.
Sedih banget bahkan.

Sedihnya jadi berkali-kali lipat karena ketupatnya enak dan itu bikinan Malaysia.
Gils, itu ketupatnya enak banget coy.

Ketupatnya bikinan Malaysia. Sebenarnya gue ga ada masalah dengan produk bikinan Malaysia atau negara manapun lah. Masalahnya adalah idenya sebenarnya sangat sederhana dan itu produksi luar negeri. Masalahnya pangan adalah perihal hidup dan mati suatu bangsa.

Proses developing ketupat milenium itu pasti sudah melewati perhitungan matematis sederhana dan terstruktur dengan dilandasi fakta-fakta umum yang ada. Kalau kata dosen joss di TIN yang jadi reviewer proyek mata kuliah Perancangan Pabrik gue mah, "..ada evidence base-nya..".

Dimulai dari pemilihan plastiknya, mengapa HDPE pasti sudah ada alasannya. Pasti sudah ditentukan apa jenis dan varietas berasnya. Berapa kandungan amilosa dan amilopektin dari beras sehingga dapat ditentukan besar swelling power *) dari beras. Pasti sudah ditentukan juga berapa volume ruang maksimal dari plastik yang di-seal itu, gils itu kalau mau ribet bisa dihitung pake integral loh --". Pasti juga sudah ada takaran bobot beras per kemasannya sehingga ketika mengembang memiliki keempukan yang pas, ketupat menjadi tidak terlalu keras serta beras dapat mengembang dengan baik. Juga pasti sudah dilakukan perkiraan mengenai jumlah dan lokasi bolongan di plastik serta korelasinya dengan tingkat absorbansi air selama proses menanak beras menjadi nasi. Ini nih aspek paling asoy, ergonomi, ukuran ketupatnya juga sudah sangat pas untuk masuk mulut jika dibagi menjadi 8 atau 6 potongan per ketupatnya, sangat user friendly.

Itu semua gue pelajarin di TIN, bro.
Dan di situ gue merasa makin sedih.
Makin sedih banget.

Hingga tulisan ini diturunkan (5 Syawal 1436 Hijriyah), ketupat daun kelapa di rumah gue baru saja basi tadi pagi (di rumah gue tetap mengukus ketupat daun kelapa juga untuk keperluan hantaran silaturahim ke tetangga) tapi si ketupat milenium itu belum, padahal mereka sama-sama dikukus pada H-1 idul fitri 1436 Hijriyah. Lah kan gue bingung ya. Karena iseng, gue intip lagi kemasan sekunder sekaligus kemasan display-nya. Gue cek komposisinya, ternyata beras dan garam. Oh meeeeeeen. Garam itu pengawet alami coy. Pantes awet dan juga rasa ketupatnya lebih enak.

Di situ gue makin nyess rasanya..
Sediiiih :'(

Tapi kita tak boleh berlama-lama terpuruk dalam kesedihan ini *naon dil*
Kuliah yang bener,
Lalu aplikasikan ilmunya.
Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amalan anak Adam yang tak terputus meski telah meninggal, kan?

Berhubung belum yakin akan dikaruniakan rezeki berupa anak shalih/shalihah atau enggak, berhubung gue belum yakin dengan wakaf/sedekah jariyah seperti apa yang akan bisa gue lakukan, ya yang bisa gue lakukan sampai saat ini baru yang satu ini, ilmu yang bermanfaat.

OOT sedikit tentang wakaf.
Tahun lalu ketika umrah sekeluarga, gue melihat ada bangunan tinggi banget di dekat Masjidil Haram namanya Zamzam Tower. Zamzam Tower ini, setelah gue kepo lebih lanjut di Wikipedia, merupakan bangunan tertinggi keempat di dunia. Di sisi Zamzam Tower ini ada jam *ini agak ga penting sih*. Dengan kemampuan yang membawah ke bawah, gue berusaha membaca running text arab gundul yang ada di gedung itu. Kalau gue ga salah mengartikan, artinya kurang lebih adalah "Wakaf King Abdul Azis". Nyess. Saat itu, Ibu yang persis ada di samping gue hanya dapat berkata dengan lirih, "Kak, apa yang bisa kita banggain nanti ya tentang amal kita?". Dobel Nyess.

Jangan sampai ilmu itu hanya berakhir di transkrip, lalu dilupakan.
Ditanya oleh dosen penguji ketika sidang, belum juga lulus, eh sudah lupa.
Hayeeeeuh..
Sayang banget,
Padahal Yang Maha Menepati Janji telah berjanji mengenai iming-iming pahala yang tak terputus dari ilmu yang bermanfaat.
Yah sayang aja,
Sayang sama kamu :3 *naon dil*

Karena akan ada masa setelah masa di mana pertanyaannya yang diajukan nanti bukanlah "IP kamu berapa?", melainkan "IP kamu segitu, didapatkannya dengan cara apa? Trus ilmu kamu dengan IP segitu digunakan untuk apa?"
#tsah

Hai para mahasiswa pertanian,
PR kita masih banyak

Hai para mahasiswa dari satu-satunya mayor kuliah yang punya embel-embel "pertanian" di institusi pertanian terbesar bangsa, mayor kuliah yang bermotto "Membawa pertanian menuju kesempurnaan",
Kalau ada yang ga ngerasa 'nyess' ketika baca ini,
Insya Allah gue doakan agar hatinya dilembutkan dan pikirannya dibukakan,
Aamiin
:)

*)
Penjelasan sederhana mengenai swelling power adalah perbandingan mengenai seberapa besar kemampuan perubahan volume pati ketika sebelum dan sesudah diberi air. Contoh simpelnya adalah ketika kita menanak nasi maka kita akan menambahkan air dengan volume yang kurang-lebih sama dengan volume beras (sehingga beras akan mengembang hingga 2 kali lipat dari ukuran awal) karena swelling power beras adalah sekitar 2 sampai 3. Semakin banyak kandungan amilopektin, maka swelling power akan semakin besar. Contoh lain dari swelling power adalah adanya anjuran program penurunan berat badan dengan mensubstitusi nasi menggunakan kentang karena kentang memiliki kemampuan  swelling power yang sangat besar.
#CMIIW

Selasa, 07 Juli 2015

Insya Allah

Suatu hari gue pernah berjanji dengan seorang teman. Lalu untuk meyakinkannya, gue mengatakan "Sip, Insya Allah". Tak disangka teman gue itu malah berkata dengan agak sewot, "Serius lah, Dil. Gue butuh banget soalnya". Lah kan gue kesel ya, kenapa juga dia marah. Tak lama, dia melanjutkan keluhannya, "Jangan Insya Allah atuh". Seketika gue paham maksud dari teman gue itu ke arah mana. Gue hanya dapat menjawab, "'Insya Allah' versi gue adalah 'Insya Allah' yang belum mengalami pergeseran makna". Lalu gue pergi meninggalkan teman gue itu. Bete.

----------------------------------

Insya Allah, artinya kurang lebih adalah "jika Allah menghendaki". Adapun makna "Insya Allah" yang umum gue temui kini dapat diartikan seperti menjanjikan sebuah janji yang sekiranya memang tidak ingin-ingin amat ditepati.

Mungkin gue yang salah mengartikan. Mungkin gue yang terlalu idealis. Tapi selama ini gue selalu mengartikan "Insya Allah" dalam janji-janji gue sebagai suatu upaya bersungguh-sungguh untuk menepatinya. Perihal kehendak Allah di proses pemenuhan janji itu ya itu ada di luar kemampuan gue. Ibaratnya 99,99999% adalah gue akan berusaha menepati, sepersekian persen sisanya adalah kuasa Allah.

Gue kadang suka kesel aja dengan berbagai kasus yang pernah gue alami bersama "Insya Allah".
Ya ampun, lu mah kesel mulu, Dil --"

Jika seseorang berjanji, "Iya jam 10 ya, Insya Allah". Tapi jam 9.45 dia masih ileran dan belum mandi. Lalu dia berharap Allah akan menteleportasi dia menuju tempat janjian jam 10? NO WAY. Di Surat Ar-Ra'd ayat 11 juga dituliskan bahwa "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri". Kalau dia belum mandi ya Allah ga bakal membuat dia jadi tiba-tiba udah mandi.

Ketika ditanya mengapa telat datang, lalu menjawab, "Ya kan gue bilangnya 'Insya Allah'". Apakah itu maksudnya adalah pembenaran bahwa Allah tidak berkenan dia datang on time? Pret lah. Kalau menurut bahasa Smansa, itu namanya cari aman. Itu namanya mencari kambing hitam. Dan sadarkah (Si)Apa Dzat yang dikambinghitamkan?

Lain halnya jika kasus janjian jam 10 tadi itu disikapi dengan bersiap sepenuh hati. Sudah mengalkulasi durasi waktu perjalanan yang dibutuhkan dan berangkat pada jam yang dirasa pas. Tapi jika ternyata bannya bocor atau ada kecelakaan di perjalanan sehingga terhambat dan terlambat tiba di lokasi, itu lain urusan. Ban bocor dan kecelakaan itu bisa dibilang masuk ke dalam sepersekian persen yang tadi, kuasa Allah.
Wallahu'alam

Juga gue pernah menemukan "Insya Allah" sebagai bentuk penolakan secara halus. Ini yang kasusnya agak sering. Misal ada rencana kumpul-kumpul reunian lalu kita mengajak teman kita dan dia menjawab dengan muka sedih gitu, "Aduh, tanggal segitu ya? Eummm, Insya Allah deh ya.."

Mungkin maksudnya baik yakni tidak mau menyakiti orang yang punya hajat. Tapi apa susahnya untuk to the point aja bilang, "Punten euy, ga bisa deh gue kayaknya". Selesai perkara. Ga akan ada kisah orang yang over-positive-thinking seperti gue yang mengharapkan kedatangannya. Rasul juga bilang kan agar mengatakan kebenaran meskipun ia pahit.

Begitulah kisah keresahan gue akhir-akhir ini.
Sekian.
Semoga keresahan akan "Insya Allah" yang mengalami pergeseran makna ini dapat tertanggulangi segera.
Aamiin
:)

Rabu, 01 Juli 2015

Benteng

Suatu hari, kau sedang bersusah payah membangun sebuah benteng. Benteng pertahananmu ini kau harapkan sangat kokoh. Ia dibangun dengan batu dan material pilihan. Sepanjang proses pembangunannya tak jarang mengorbankan darah, keringat, dan air mata. Pagi, petang, siang, malam, kau terus-menerus meningkatkan pertahananmu dengan benteng ini. Harapanmu, ia mampu menahan serangan musuh berpuluh batalyon.

Suatu hari serangan itu datang,
Serangan mendadak

Suatu hari serangan itu datang,
Bukan dari berpuluh batalyon..

Suatu hari serangan itu datang,
Bukan diiringi dengan kata "Serang!!"

Suatu hari serangan itu datang,
Perjumpaan tak sengaja yang diiringi dengan senyum khasnya dan sepatah kata, "Hai!"

Dan bentengmu seperti benteng pasir yang dibangun oleh anak kecil di pinggir pantai lalu terkena ombak pasang,
Habis tak bersisa

Selasa, 30 Juni 2015

Dua-Dua

Berulang tahun di akhir Juni memang rasanya sesuatu sekali. Akhir Juni itu bertepatan dengan liburan kenaikan kelas. Ga di sekolah, ga di kampus, biasanya gue ulang tahun ketika sudah liburan. Tahun ini, bertepatan di weekend, beeeeuh, jangan harap.

Di jaman belum ada FB, sangat jarang ada yang mengucapkan selamat ulang tahun ke gue selain keluarga dan teman-teman dekat. Gue ketika kecil bahkan sampai sudah ga tau bagaimana rasanya sedih ketika ulang tahun ga ada teman yang mengucapkan.

Sekarang, dengan chat messenger yang sebegitu banyaknya, gue rasanya bahagia banget ketika ulang tahun dan ada teman yang mengucapkan. Serius. Bahagia banget rasanya. Meskipun ucapannya copas dari ucapan di atasnya, tetep aja gue bahagia.

Ini ada segambreng ucapan dari berbagai grup yang gue tergabung di dalamnya.

Ini Filantropi
Dan masih ada hampir 10 capture lagi. Lebih dari setengah ucapan isinya sama, hehe.

 
Ini Madani
Saking banyaknya sampai tak berhenti senyum-senyum membalasnya
Ini dari Tim Syinting Syengklek Syakalaka
Ada ketua LK tetangga, ada juga dari Jenderal Batalyon Merah

Ini Tinformers
Masih ada beberapa belas gambar serupa dari pengirim yang berbeda-beda.

Satu-satunya Tinformers yang mengucapkan secara langsung di hari yang tepat adalah Bapak Kadep Depor Filantropi. Thanks yooo. Gue bertemu beliau di sungai *iya, memang ga elit* untuk mengurus penelitian.
Ini dari pimpinan BEM KM
Love you, Pims :*
Bahasan ucapan malah menjadi princess dan ibu tiri. Ga apa-apa lah asal kalian bahagia.

Rekor ter-asoy dipegang oleh Bapak Menteri Apro BEM KM Rumah Kita. Beliau mengucapkan di tiga grup berbeda, pagi-pagi pula. Juga ada berpuluh personal chat yang sudah lebih dari cukup untuk membuat senyum-senyum seharian.

Ini juga ada kelakuan dari tiga bocah praktikan gue pas semester ganjil 2014.
Beler abis.

Ini juga dari praktikan gue di semester ganjil 2014.
Dari sesama pecinta langit malam.

Ini dari Tincredibles. Dari yang pernah jadi praktikan di semester lalu maupun di semester ini.

Ini dari teman pulang bareng

Ini dari adik di BEM tahun lalu

Ini dari Ibu Sekum di BEM TPB

Ini dari kembaran ketemu gede, Sang Penyangga Senja

Ini dari BPH kesayangan :*
Versi dari BPH ini agak ekstrem sebenarnya. Dadan sampai meminta seorang anak divisi entrepreneur (danus) MPKMB 52 untuk cerita masalah keuangan MPKMB ke gue. Anaknya udah cerita sampai nangis-nangis. Gue sampai cuma bisa diem doang karena dana BOPTN dari Dikti memang belum cair. Lah gue bisa apa. Ketika gue sedang merenungi dana, tetiba Ajeng datang bawa lilin. Iya serius lilin, ga pake kue.

Akhirnya kita malah cipika-cipiki dan foto-foto. Muka-muka muda di foto itu adalah anak-anak divisi entrepreneur MPKMB yang baru selesai pada nangis. Seusai foto-foto, salah satu anak yang nangis tadi itu dengan suram berkata ke Dadan,
"Tapi, Kak. Itu kita tadi ceritanya seriusan. Masalah keuangan kita itu beneran."
Gantian Dadan yang diem.

Ini dari praktikan di semester genap 2015. Dia finalis 5 besar vocal group IAC. Di situ ada rekaman, dia nyanyi di rekaman itu buat gue.
Meskipun ada suara ayam di rekamannya *karena abis subuh*, tapi gue suka banget :*

Ada juga sebocah (nama disamarkan) yang mengirim voice note tepat jam 00.00. Di voice note itu ada kata-kata,
"Salam sayang dari gue..".
Yaampun.
Kayaknya ini anaknya agak lelah efek mengurus KKN-P.

Ini nih. Ada satu ucapan yang rasanya nyess banget,
Pelakunya adalah praktikan gue selama dua semester :')

Banyak yang sayang itu..
Rasanya..
:')
Alhamdulillaahirabbil 'alamiin

Selamat dua-dua, Dil :)
Semoga makin sayang Ibu-Ayah
Semoga ilmunya bermanfaat dan amalnya tak terputus hingga hari akhir
Semoga bisa punya saringan dengan mesh besar di depan mulut agar hasil yang keluarnya halus
Semoga segera ga galau mau ngapain setelah lulus
Semoga dipertemukan oleh orang tangguh yang mampu diajak bersinergi untuk mengarungi setengah agama karena perjuangan dunia-akhirat ini terlalu keras untuk dua orang kekurangan yang saling melengkapi.

"Dunia adalah perhiasan..". Begitu kata Sang Nabi. "Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah".

Dan doa dari seorang teman yang se-SMP, se-SMA, se-TIN adalah,
"..semoga menjadi perhiasan paling indah di muka bumi.."
F34110016
Aamiin :)