Selasa, 21 Juli 2015

Ketupat Milenium

Ada yang tahu ketupat?
Atuhlah ya sedih banget kalo ga tau

Ada yang tahu ketupat milenium? Gue baru liat ketupat ini di abad ini. Sesungguhnya ketupat milenium adalah nama yang semena-mena gue ciptakan sendiri.

Ketupat Milenium

Ketupat milenium ini merupakan beras yang dimasukkan ke dalam plastik HDPE. Plastik HDPE ini lalu di-seal dan diberi bolongan-bolongan kecil di seluruh permukaannya. Yoih, ketupat milenium ini pake plastik coy, udah bukan daun kelapa lagi.

Proses menanaknya juga sangat simpel yakni ketupat hanya direbus di dalam air selama beberapa menit. Ya ini sebenarnya sama seperti merebus ketupat konvensional sih. Haha.

Sebenarnya hanya ada satu hal yang gue kritisi dalam ketupat milenium ini yaitu penggunaan HDPE sebagai kemasan. Plastik, apapun plastiknya, jenis HDPE sekalipun (yang memang biasanya diperuntukan untuk membungkus makanan panas seperti kuah bakso), sebenarnya tidak direkomendasikan terkena suhu panas dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan monomer plastik terlepas dan bermigrasi ke makanan. Perihal migrasi monomer ini menjadi agak sedikit menyeramkan karena monomer tersebut bersifat karsinogenik.

Sedikit banyak, gue agak setuju dengan bio twitter salah seorang teman gue,
"Packaging is partly art and partly science"
Sebenarnya gue akan lebih setuju ketika "Packaging is partly art and partly engineering", hehe. Itu lah ya intinya *naon dil*.

Abaikan paragraf di atas.
Kita ulangi,

Sedikit banyak, gue setuju dengan bio twitter salah seorang teman gue,
"Packaging is partly art and partly science"
Membahas dunia packaging itu seru. Seru banget. Betapa sekarang ini kenampakan packaging juga menjadi salah satu faktor customer dalam memilih produk. Packaging juga harus dapat merepresentasikan produk dengan baik dan memberikan informasi-informasi yang sekiranya dibutuhkan oleh calon customer. Maka dari itu, bargaining position packaging kini sudah bukan semata-mata untuk membungkus benda. Posisi packaging sudah jauh melampaui hal itu.

Termasuk ketupat milenium HDPE ini. Dilihat dari sisi sebelah manapun juga, ketupat milenium ini lebih cantik daripada ketupat daun kelapa. Kadar 'kehigienisan' plastik juga dirasa lebih meyakinkan ketimbang daun kelapa. Ukurannya yang seragam juga merupakan ciri khas dari industri. Di samping itu, di dalam dunia packaging terdapat teori tak tertulis bahwa kemasan bening/transparan itu memberikan kesan mewah terhadap produk yang dikemasnya. Nah!!

Sedih adalah,
Ketika lu pernah PL selama 2 bulan di bagian RnD Packaging,
Lalu lu menjadi jatuh cinta dengan dunia pengemasan,
Lalu lu menjadi asisten mata kuliah pengemasan,
Lalu lu merasa salah stream,
Lalu lu sering berbusa-berbusa cerita mengenai pengemasan di rumah,
Lalu bahkan lu sudah punya ide tugas akhir mengenai pengemasan (tapi ga jadi digunakan),
Dan ternyata keluarga lu membeli ketupat milenium itu untuk lebaran.
*foto di atas itu diambil di meja makan rumah gue*

Di situ gue merasa sedih.
Sedih banget bahkan.

Sedihnya jadi berkali-kali lipat karena ketupatnya enak dan itu bikinan Malaysia.
Gils, itu ketupatnya enak banget coy.

Ketupatnya bikinan Malaysia. Sebenarnya gue ga ada masalah dengan produk bikinan Malaysia atau negara manapun lah. Masalahnya adalah idenya sebenarnya sangat sederhana dan itu produksi luar negeri. Masalahnya pangan adalah perihal hidup dan mati suatu bangsa.

Proses developing ketupat milenium itu pasti sudah melewati perhitungan matematis sederhana dan terstruktur dengan dilandasi fakta-fakta umum yang ada. Kalau kata dosen joss di TIN yang jadi reviewer proyek mata kuliah Perancangan Pabrik gue mah, "..ada evidence base-nya..".

Dimulai dari pemilihan plastiknya, mengapa HDPE pasti sudah ada alasannya. Pasti sudah ditentukan apa jenis dan varietas berasnya. Berapa kandungan amilosa dan amilopektin dari beras sehingga dapat ditentukan besar swelling power *) dari beras. Pasti sudah ditentukan juga berapa volume ruang maksimal dari plastik yang di-seal itu, gils itu kalau mau ribet bisa dihitung pake integral loh --". Pasti juga sudah ada takaran bobot beras per kemasannya sehingga ketika mengembang memiliki keempukan yang pas, ketupat menjadi tidak terlalu keras serta beras dapat mengembang dengan baik. Juga pasti sudah dilakukan perkiraan mengenai jumlah dan lokasi bolongan di plastik serta korelasinya dengan tingkat absorbansi air selama proses menanak beras menjadi nasi. Ini nih aspek paling asoy, ergonomi, ukuran ketupatnya juga sudah sangat pas untuk masuk mulut jika dibagi menjadi 8 atau 6 potongan per ketupatnya, sangat user friendly.

Itu semua gue pelajarin di TIN, bro.
Dan di situ gue merasa makin sedih.
Makin sedih banget.

Hingga tulisan ini diturunkan (5 Syawal 1436 Hijriyah), ketupat daun kelapa di rumah gue baru saja basi tadi pagi (di rumah gue tetap mengukus ketupat daun kelapa juga untuk keperluan hantaran silaturahim ke tetangga) tapi si ketupat milenium itu belum, padahal mereka sama-sama dikukus pada H-1 idul fitri 1436 Hijriyah. Lah kan gue bingung ya. Karena iseng, gue intip lagi kemasan sekunder sekaligus kemasan display-nya. Gue cek komposisinya, ternyata beras dan garam. Oh meeeeeeen. Garam itu pengawet alami coy. Pantes awet dan juga rasa ketupatnya lebih enak.

Di situ gue makin nyess rasanya..
Sediiiih :'(

Tapi kita tak boleh berlama-lama terpuruk dalam kesedihan ini *naon dil*
Kuliah yang bener,
Lalu aplikasikan ilmunya.
Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amalan anak Adam yang tak terputus meski telah meninggal, kan?

Berhubung belum yakin akan dikaruniakan rezeki berupa anak shalih/shalihah atau enggak, berhubung gue belum yakin dengan wakaf/sedekah jariyah seperti apa yang akan bisa gue lakukan, ya yang bisa gue lakukan sampai saat ini baru yang satu ini, ilmu yang bermanfaat.

OOT sedikit tentang wakaf.
Tahun lalu ketika umrah sekeluarga, gue melihat ada bangunan tinggi banget di dekat Masjidil Haram namanya Zamzam Tower. Zamzam Tower ini, setelah gue kepo lebih lanjut di Wikipedia, merupakan bangunan tertinggi keempat di dunia. Di sisi Zamzam Tower ini ada jam *ini agak ga penting sih*. Dengan kemampuan yang membawah ke bawah, gue berusaha membaca running text arab gundul yang ada di gedung itu. Kalau gue ga salah mengartikan, artinya kurang lebih adalah "Wakaf King Abdul Azis". Nyess. Saat itu, Ibu yang persis ada di samping gue hanya dapat berkata dengan lirih, "Kak, apa yang bisa kita banggain nanti ya tentang amal kita?". Dobel Nyess.

Jangan sampai ilmu itu hanya berakhir di transkrip, lalu dilupakan.
Ditanya oleh dosen penguji ketika sidang, belum juga lulus, eh sudah lupa.
Hayeeeeuh..
Sayang banget,
Padahal Yang Maha Menepati Janji telah berjanji mengenai iming-iming pahala yang tak terputus dari ilmu yang bermanfaat.
Yah sayang aja,
Sayang sama kamu :3 *naon dil*

Karena akan ada masa setelah masa di mana pertanyaannya yang diajukan nanti bukanlah "IP kamu berapa?", melainkan "IP kamu segitu, didapatkannya dengan cara apa? Trus ilmu kamu dengan IP segitu digunakan untuk apa?"
#tsah

Hai para mahasiswa pertanian,
PR kita masih banyak

Hai para mahasiswa dari satu-satunya mayor kuliah yang punya embel-embel "pertanian" di institusi pertanian terbesar bangsa, mayor kuliah yang bermotto "Membawa pertanian menuju kesempurnaan",
Kalau ada yang ga ngerasa 'nyess' ketika baca ini,
Insya Allah gue doakan agar hatinya dilembutkan dan pikirannya dibukakan,
Aamiin
:)

*)
Penjelasan sederhana mengenai swelling power adalah perbandingan mengenai seberapa besar kemampuan perubahan volume pati ketika sebelum dan sesudah diberi air. Contoh simpelnya adalah ketika kita menanak nasi maka kita akan menambahkan air dengan volume yang kurang-lebih sama dengan volume beras (sehingga beras akan mengembang hingga 2 kali lipat dari ukuran awal) karena swelling power beras adalah sekitar 2 sampai 3. Semakin banyak kandungan amilopektin, maka swelling power akan semakin besar. Contoh lain dari swelling power adalah adanya anjuran program penurunan berat badan dengan mensubstitusi nasi menggunakan kentang karena kentang memiliki kemampuan  swelling power yang sangat besar.
#CMIIW

Selasa, 07 Juli 2015

Insya Allah

Suatu hari gue pernah berjanji dengan seorang teman. Lalu untuk meyakinkannya, gue mengatakan "Sip, Insya Allah". Tak disangka teman gue itu malah berkata dengan agak sewot, "Serius lah, Dil. Gue butuh banget soalnya". Lah kan gue kesel ya, kenapa juga dia marah. Tak lama, dia melanjutkan keluhannya, "Jangan Insya Allah atuh". Seketika gue paham maksud dari teman gue itu ke arah mana. Gue hanya dapat menjawab, "'Insya Allah' versi gue adalah 'Insya Allah' yang belum mengalami pergeseran makna". Lalu gue pergi meninggalkan teman gue itu. Bete.

----------------------------------

Insya Allah, artinya kurang lebih adalah "jika Allah menghendaki". Adapun makna "Insya Allah" yang umum gue temui kini dapat diartikan seperti menjanjikan sebuah janji yang sekiranya memang tidak ingin-ingin amat ditepati.

Mungkin gue yang salah mengartikan. Mungkin gue yang terlalu idealis. Tapi selama ini gue selalu mengartikan "Insya Allah" dalam janji-janji gue sebagai suatu upaya bersungguh-sungguh untuk menepatinya. Perihal kehendak Allah di proses pemenuhan janji itu ya itu ada di luar kemampuan gue. Ibaratnya 99,99999% adalah gue akan berusaha menepati, sepersekian persen sisanya adalah kuasa Allah.

Gue kadang suka kesel aja dengan berbagai kasus yang pernah gue alami bersama "Insya Allah".
Ya ampun, lu mah kesel mulu, Dil --"

Jika seseorang berjanji, "Iya jam 10 ya, Insya Allah". Tapi jam 9.45 dia masih ileran dan belum mandi. Lalu dia berharap Allah akan menteleportasi dia menuju tempat janjian jam 10? NO WAY. Di Surat Ar-Ra'd ayat 11 juga dituliskan bahwa "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri". Kalau dia belum mandi ya Allah ga bakal membuat dia jadi tiba-tiba udah mandi.

Ketika ditanya mengapa telat datang, lalu menjawab, "Ya kan gue bilangnya 'Insya Allah'". Apakah itu maksudnya adalah pembenaran bahwa Allah tidak berkenan dia datang on time? Pret lah. Kalau menurut bahasa Smansa, itu namanya cari aman. Itu namanya mencari kambing hitam. Dan sadarkah (Si)Apa Dzat yang dikambinghitamkan?

Lain halnya jika kasus janjian jam 10 tadi itu disikapi dengan bersiap sepenuh hati. Sudah mengalkulasi durasi waktu perjalanan yang dibutuhkan dan berangkat pada jam yang dirasa pas. Tapi jika ternyata bannya bocor atau ada kecelakaan di perjalanan sehingga terhambat dan terlambat tiba di lokasi, itu lain urusan. Ban bocor dan kecelakaan itu bisa dibilang masuk ke dalam sepersekian persen yang tadi, kuasa Allah.
Wallahu'alam

Juga gue pernah menemukan "Insya Allah" sebagai bentuk penolakan secara halus. Ini yang kasusnya agak sering. Misal ada rencana kumpul-kumpul reunian lalu kita mengajak teman kita dan dia menjawab dengan muka sedih gitu, "Aduh, tanggal segitu ya? Eummm, Insya Allah deh ya.."

Mungkin maksudnya baik yakni tidak mau menyakiti orang yang punya hajat. Tapi apa susahnya untuk to the point aja bilang, "Punten euy, ga bisa deh gue kayaknya". Selesai perkara. Ga akan ada kisah orang yang over-positive-thinking seperti gue yang mengharapkan kedatangannya. Rasul juga bilang kan agar mengatakan kebenaran meskipun ia pahit.

Begitulah kisah keresahan gue akhir-akhir ini.
Sekian.
Semoga keresahan akan "Insya Allah" yang mengalami pergeseran makna ini dapat tertanggulangi segera.
Aamiin
:)

Rabu, 01 Juli 2015

Benteng

Suatu hari, kau sedang bersusah payah membangun sebuah benteng. Benteng pertahananmu ini kau harapkan sangat kokoh. Ia dibangun dengan batu dan material pilihan. Sepanjang proses pembangunannya tak jarang mengorbankan darah, keringat, dan air mata. Pagi, petang, siang, malam, kau terus-menerus meningkatkan pertahananmu dengan benteng ini. Harapanmu, ia mampu menahan serangan musuh berpuluh batalyon.

Suatu hari serangan itu datang,
Serangan mendadak

Suatu hari serangan itu datang,
Bukan dari berpuluh batalyon..

Suatu hari serangan itu datang,
Bukan diiringi dengan kata "Serang!!"

Suatu hari serangan itu datang,
Perjumpaan tak sengaja yang diiringi dengan senyum khasnya dan sepatah kata, "Hai!"

Dan bentengmu seperti benteng pasir yang dibangun oleh anak kecil di pinggir pantai lalu terkena ombak pasang,
Habis tak bersisa