Rabu, 25 November 2015

#MatahariAkar [Tokyo Hari Ini]

Jadi ceritanya hari ini gerimis dari pagi. Musim gugur tanpa hujan/gerimis saja itu sudah lebih dari cukup untuk membuat males gerak, maunya di kasur melulu sambil selimutan. Apalagi kalau ditambah hujan.

Di luar itu semua itu, selama SMP dan SMA, gue sering banget berjemur di lapangan sekolah. Entah itu dalam kasus dijemur (jadi yang baris) atau kasus menjemurkan diri (ga baris tapi ada di lapangan, misal mengambil alih komando atau cuma jadi kompor doang selama baris).

Dan betapa kagetnya gue ketika melihat handphone dan tertera..
Real feel 0 derajaaaaaat *shock*

Nanti malam broh.
Enjoy it.
:D

"Orang Jepang itu sangat menghargai musim-musim yang ada. Setiap musim punya perayaan dan festival tersendiri. One year here, you'll have it all. Enjoy it."
.Tasaki Sensei.

Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

Tiba-tiba jadi kangen lapangan di Jalan Juanda, lapangan di Jalan Kartini, Lapangan Sempur, lapangan di Mayasanggraha, Lapangan Heulang, dan lapangan di depan panggung GOR Pajajaran. Abis pulang dari sini, main-main ke lapangan itu ya, Dil!!
:)

Jumat, 20 November 2015

Cokelat

Aku suka beberapa hal berwarna cokelat karena mereka merepresentasikan banyak hal lain.

Cokelat pertama adalah cokelat.
Manis, meskipun, yaaah, aku tahu manisnya itu dari gula.
Menenangkan, theobromin-nya lebih dari cukup untuk memperlebar pembuluh darah sehingga sirkulasi darah menjadi lancar dan memberi efek tenang.

Cokelat berikutnya adalah batang dan ranting pohon.
Kokoh dan rapuh dalam satu tubuh. Aku tahu kapan ia boleh dijadikan tempat bersandar dan kapan dia harus dilindungi.

Cokelat terakhir adalah jaket kesayanganku.
Hangat.

Sebenarnya ada satu cokelat lagi,
Matamu.
Karena pemiliknya..
..manis; menenangkan; kokoh sekaligus rapuh; hangat.

Kamis, 05 November 2015

#MatahariAkar [Lele]

Kemarin di beberapa grup-grup Indonesia *gaya beut lah, padahal cuma punya grup Jepang empat buah doang* yang gue ikuti sempat ramai perihal gempa. Ngomong-ngomong tentang gempa, gue jadi mau cerita tentang lele. Apa hubungan antara gempa dengan lele? Silakan dibaca saja, haha.

Awal mula ceritanya adalah gue pernah berjalan-jalan ke supermarket untuk mencari ikan dan menemukan ikan salmon. Gaya banget kan di sini gue makannya salmon, haha. Tapi sayangnya dia mihiiiiiil.

Karena tetiba gue rindu pecel lele, setelah membeli salmon mihil itu pikiran liar gue menuju kepada sebuah simpulan bahwa bisa jadi kalau semisal ada lele dijual di supermarket maka harga lele itu kemungkinan akan lebih murah daripada salmon. Lalu dengan polosnya gue mengutarakan simpulan semena-mena gue kepada seorang teman dari Indonesia.

Oleh teman Indonesia yang sudah lebih lama di sini, gue diberitahu bahwa lele adalah simbol gempa, makanya dia ga dijual di Jepang. Gue ga tau deh itu lelenya salah apa sampai-sampai dia dijadikan sebagai simbol gempa.

Pantas saja di pinggir-pinggir jalan raya, kita dapat dengan mudah menemukan billboard seperti ini.
Ini lele versi kartun

Orang jepang memang terlalu kreatif gitu, lele aja dibikin versi kartunnya, hehe. Kartun lele ini sesungguhnya menandakan bahwa di sekitar lokasi billboard tersebut terdapat tanah lapang yang dapat dijadikan sebagai tempat evakuasi kalau ada gempa.

Ngomong-ngomong tentang gempa, ada pesan moral yang gue dapatkan dari seorang kakak di sini bahwa,
"Kalau ada gempa, selama orang Jepangnya belum panik, kamu ga usah panik, Dil."
.Mbak Indri.

Ngomong-ngomong tentang Mbak Indri, Mbak Indri ini adalah adik bungsu dari Bu Rini yang laboran TIN. Ga pada kenal kan? hehe.
#ApaLuTehDil

Ngomong-ngomong tentang gempa (lagi), Sensei Japanese History gue beberapa pekan lalu dengan tenangnya bercerita,
"Di Jepang ini sering terjadi gempa karena di sini terjadi pertemuan beberapa lempang benua. Di sini ada yang udah pernah ngerasain gempa, belum? Heumm, mungkin orang Indonesia pernah. Yaaaa, yang jelas, kalau kalian (anak-anak STEP) setahun berada di Jepang, besar kemungkinan kalian akan merasakan gempa. Siap-siap ya. Haha *ketawa datar*. Kita hanya bisa berdoa semoga gempanya tidak berpotensi menimbulkan kerusakan besar."
Zinnnggg
Kami sekelas cuma pada bisa diem doang dengan muka horor. Haha.

Tentang lele gempa ini, doa gue sama seperti doanya Sensei,
Semoga selama setahun di sini, gempa-gempa yang terjadi tidak berpotensi menimbulkan kerusakan besar.
Aamiin
:)

*Foto diambil dari Google (lupa nyatet alamatnya apa), tapi di sekitar lokasi tenpat gue tinggal ini gambar di billboard-nya memang seperti itu.

Selasa, 03 November 2015

#MatahariAkar [Favorite Way to Suicide]

Jadi ceritanya mulai dari 1 Oktober 2015 ini gue sudah tiba di Jepang. Di email pemberitahuan keberangkatan diberitahukan bahwa mahasiswa yang mendarat di Narita akan dijemput oleh staff universitas, sedangkan mahasiswa yang mendarat di Haneda silakan menuju kampus sendiri. Daripada nyasar di negara orang, gue memilih mendarat di Narita.

Ternyata eh ternyata, setelah sampai kampus ini gue baru tahu bahwa jarak kampus dan bandara Haneda jaraknya tidak sampai 2 jam naik kereta. Oke fine.

Jadi ceritanya, di email pemberitahuan itu gue diberi tahu bahwa harus menyiapkan sejumlah uang untuk membeli kereta express dari Narita ke Tokyo. Ternyata eh ternyata, staff yang menjemput di Narita bilang bahwa ada sedikit gangguan dan perjalanan akan diganti jadi naik bus.
"We will take a bus from Narita, instead of train. I'm sorry for this. Someone jumps into the railway. Needs time to fix it. In Japan, jump into the railway is the most favorite way to suicide."
Astaghfirullah
Gue cuma diem-diem-cengo aja pas seseorang yang menjemput gue bilang kayak gitu.

Selama sebulan di sini, gue sudah pernah mengalami cerita mengenai delay kereta sebanyak 4 kali. Penyebabnya sama, favorite way to suicide. Di Jepang banyak banget kasus orang bunuh diri dengan cara menabrakkan diri ke kereta. Mungkin karena kereta itu cepat kali ya, jadi ga kerasa apa-apa. Naudzubillahimindzaalik.

Salah seorang kakak gue dari Indonesia *yeah, I do have another family here :')* bercerita bahwa Sensei-nya pernah komplain yang intinya,
"Kalau mau bunuh diri, jangan loncat ke rel kereta gitu. Menghambat aktivitas orang lain, tauk."
Karena Jepang ini luar biasa ontime, terlambat semenit aja bisa jadi urusan gawat. Bahkan di stasiun gue pernah menemukan orang yang nanya jam ketika sedang menunggu sesuatu dan pertanyaannya itu gini,
"Ima nan pun desu ka?"
(Sekarang menit berapa?)
Buseeeeeeeeeeeet

Ketika orientation di awal mengenai cara hidup di Jepang, salah seorang Sensei gue berkata seperti ini,
"No matter one minute, or five minutes, or fifteen minutes, once you late, it is a late"
Zinnngggg
Kelas langsung sunyi

Karena itu pula kalau ada seseorang yang loncat bunuh diri ke rel kereta, keluarganya yang justru akan dikenakan denda oleh pemerintah. Udah mah kemungkinan dia bunuh diri adalah karena ada masalah, trus malah nambahin masalah keluarga pula. Kan itu malah ngerepotin yak --"

Oke, balik lagi ke urusan suicide.
Bagi gue yang seorang muslim, suicide is not a choice. Kita boleh gagal, tapi ga boleh putus asa. Kita boleh gagal, tapi kita harus sabar menerima takdir itu. Kita boleh gagal, tapi tetap harus bersyukur. Ngetiknya sih gampang, tapi dikerjainnya susah. Tapi kalau ga susah, ya ga naik kelas dong?

Jadi inget dengan salah satu status Aa' di Smansa yang pernah jadi ketua BEM TPB IPB *yaelah pasti ketebak ini siapa* yang intinya begini,
"Jika kita sudah bersyukur ketika mendapat anugerah dan bersabar ketika mendapat musibah, sudahkah kita bersyukur ketika mendapat musibah dan bersabar ketika mendapat anugerah?"
Level gue belum sampai situ..
T_T

Suicide is not a solution. Mungkin di dunia bisa selesai, tapi who knows kabar di akhirat? Yah, mungkin kepercayaan dari beliau-beliau yang suicide itu ga ada kehidupan lagi setelah dunia. Tapi kan gue percaya.

Kan lagipula kata Rasul,
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.”
Hadist Riwayat Muslim

Kalau kita punya tempat bergantung yang kuat sih harusnya suicide is not a choice.

Pesan moral dari tulisan ini adalah,
Jangan panik kalau main ke Jepang dan menemukan kasus suicide.
#salah

Pesan moral dari tulisan ini adalah,
Ibadah disertai niat yang bener.
Kalau suatu saat nanti ga ada manusia yang bisa nolong, Allah bisa.
:)