Kamis, 17 November 2016

Menikah dan Kemuliaan Wanita

Beberapa hari lalu tab gue berdering setelah gue shalat Subuh tanda ada sebuah chat WhatsApp yang masuk. Betapa mengejutkannya ketika ternyata chat itu dari teman dekat gue yang meminta bantuan gue untuk menjadi bridesmaid-nya. She'll getting married.

Hal yang membuat gue tertakjub-takjub adalah ketika gue menanyakan siapa calonnya *itu juga dipancing dulu, haha*. Masya Allah. Keren lah pokoknya. Insya Allah calonnya memiliki pemahaman agama yang baik, latar belakang akademik yang ih wow, dan kapabilitas yang mumpuni di bidang kepemimpinan.

..dan gue tetiba sempat galau..
Ya Allah, masih ada ga ya, satu aja yang kayak gitu, buat hamba-Mu yang begajulan ini?

Tapi untungnya gue bukan tipikal orang yang mudah galau berkepanjangan. Kalau kebetulan sedang ngobrol-ngobrol random dan gue bertingkah galau itu sebenarnya agak hiperbola aja. Gue ga terlalu ambil pusing untuk hal yang kayak gitu. Ketika orang yang gue kecengin bertahun-tahun ternyata kepergok oleh teman gue sedang jalan berdua dengan cewek lain, yang gue lakukan adalah..
..menghapus namanya dari prakata di skripsi gue.

Hahaha
Sesimpel itu
Ga ada sama sekali acara nangis di bawah shower atau berpikir buat loncat di jalur subway Tokyo Metro. Bahkan oleh adik tingkat sebimbingan aja, mantan kecengan gue itu malah dikasih nama baru, 'Si Dia yang Namanya Dihapus dari Prakata'

Oke, kembali ke topik. Setelah sempat galau sebentar, gue jadi berpikir banyak hal. FYI, sejak di Jepang, gue jadi sering mikir dengan cara yang agak benar. Gue jadi sering merenungkan banyak hal sampai akhirnya gue punya pemahaman baru yang (semoga) ga melenceng. Termasuk urusan menikah dan berdoa mengenai spesifikasi jodoh harapan ini.

Gue mengamati banyak perempuan yang menargetkan memiliki pasangan dengan spesifikasi segambreng. Ya ga salah sih, gue juga sebenarnya gitu. Tapi berdasarkan dari ilmu yang gue dapatkan ketika belajar matematika (gue lupa cabang ilmunya namanya apa), kalau semua spesifikasi itu penghubungnya adalah 'dan', ampun lah itu susah cuy menemukannya.

The point is, kemuliaan wanita tidak tergantung dari siapa pendampingnya. Ketika kita (sebagai wanita) memiliki pasangan hidup yang super kece, bukan berarti kita bisa leha-leha dan berbangga hati. Salah-salah, kepeleset jadi riya. The other point is, ketika ternyata pasangan hidup kita ga se-wow yang kita harapkan, bukan berarti juga kita bersedih dan menganggap Allah ga adil.

Laki-laki baik untuk perempuan baik?
Hey, girls. Who knows dia jodoh lu di dunia-akhirat atau bukan? Ketika kita ngerasa jodoh kita "..kok gini banget sih ya Allah?.." bisa jadi itu ladang pahala buat kita ketika berusaha memperbaiki dia ke jalan yang lebih baik, bisa jadi di akhirat nanti kita dipertemukan dengan yang lebih baik.

Hal besar yang berhasil gue renungkan adalah siapapun suaminya, memperbaiki diri itu kewajiban semua orang. Di mata Allah, keutamaan seorang hamba itu dilihat dari ketaatannya kan? Nah ya gitu. Aduh, agak susah euy membahasamanusiakannya. Di Al-Quran sendiri sudah tercantum kisah beberapa wanita yang kemuliaan ataupun ketidakmuliaannya ga tergantung dari suaminya.

Kisah 1
Merasa sepenuh hati berusaha menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya? Merasa punya jodoh yang "..kok gini banget sih ya Allah.."?. Tenang dulu. Siapa yang berhak ngerasa lebih "..kok dia gini banget sih ya Allah.." dibandingkan 'Asiyah istri Fir'aun?

Fir'aun, coy.
Fir'aun #sakali
Orang yang menganggap dirinya Tuhan. Orang yang bahkan namanya disebut berkali-kali di Al-Quran ketika dibutuhkan aktor untuk merepresentasikan orang yang dzalimnya minta ampun dan orang yang melewati batas.

Tapi 'Asiyah ga ikut-ikuta dzalim kayak suaminya. Bahkan 'Asiyah disiksa karena ga mengakui Fir'aun sebagai tuhan. 'Asiyah ini lalu diceritakan di dalam Al-Quran dan dijadikan perumpamaan bagi orang-orang yang beriman .

Kisah 2
Merasa punya suami shalih lalu yakin masuk surga? Ga sesederhana itu juga. Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth salah-duanya. Yang satu ikutan tenggelam ketika banjir bandang, yang satunya meninggal karena kota yang dihancurkan dalam semalam. Dua-duanya karena ga beriman. Bahkan di dalam Al-Quran keduanya dijadikan perumpamaan bagi orang-orang kafir.

Kisah 3
Merasa belum punya suami trus jadi galau, "..Ya Allah, setengah agamaku belum sempurna.."? Ga gitu juga keleus. Di Al-Quran juga ada contohnya. Maryam ga punya suami lhoooo, tapi beliau menjaga diri sebaik mungkin dan ditiupkan ruh ke dalam rahimnya. Spesial, bahkan namanya diabadikan jadi sebuah nama surat.

This is the end of this post. Sometimes Usually I'm getting confused on making a good conclusion. 

Segala kebenaran yang ada di post ini datangnya dari Allah. Kalau ada yang salah-salah, itu datangnya dari ketidaksempurnaan gue sebagai manusia. Semata-mata gue menulis ini untuk jadi pengingat, khususnya pengingat bagi diri sendiri.

Akhir kata,
Selamat menjaga dan terus-menerus memperbaiki diri!!
Uyeeeeeey
:)

Reference:
QS 66: 10-12

Sabtu, 05 November 2016

Kemana Saja

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kemana saja kah gue selama lebih dari dua bulan ini?
Itu juga mungkin ya, mungkin ada yang bertanya,.

Banyak hal yang gue lakukan dalam dua bulan terakhir. Gue pulang dari Jepang tanggal 15 September. Sejak Agustus hingga sesaat sebelum gue pulang, there's soooooo much thing to do. Ngurus pindahan ke City Office Fuchu, menutup kontrak dengan bank, ngurus administrasi program exchange terkait kepulangan, serta pamitan dengan sebanyak mungkin orang yang bisa dipamitin (pake acara nginep di apato Ina segala pada malam sebelum upacara penutupan program exchange).

Tak lupa, gue sempat naik Fuji lagi di pertengahan Agustus. Main ke Tokyo Disney Sea bersama Mbak Indri di awal Agustus, juga main ke Tokyo Disney Land bersama Nurul di akhir Agustus. Sempat ikutan summer camp sepekan sebelum naik Fuji jilid 2 dan dapat honor *finally honornya abis buat naik Fuji dan main ke Disney Land*. Sempat juga main ke Hokkaido bersama Uni Nova sekitar seminggu sebelum pulang.

Begitu gue pulang ke Indonesia di hari Kamis, weekend-nya langsung jadi panitia nikahan temen SMA. Lalu Rabu depannya langsung jadi pendamping wisuda
Hahaha
Sibuk cyiiiin..

Selama di Bogor ini sesungguhnya gue tetap menulis kok. Instead of nulis blog, gue nulis skripsi. Alhamdulillah Kamis 3 November 2016 kemarin sudah sidang, makanya sekarang bisa mulai bebersih sarang laba-laba di blog.

Fadila, S.TP

Akhirnya nama gue agak memanjang sedikit
Credit: Septian Ventura
*Noh gue tulis nama lu, Seeeeep*

Banyak hal yang gue alami setelah pulang ke Bogor. Salah satunya adalah rumah yang pindah sehingga gue benar-benar serasa kayak anak baru, ga tau di mana tempat gelas, ga tau di mana lap, ga tau di mana garam, ga tau di mana saklar dan stop kontak, segala ga tau lah. Hal lainnya adalah makanan di Indonesia rasanya jadi pada keasinan kalau dibandingkan dengan makanan Jepang. Makan Ind*mie gorenga aja sekarang bumbunya ga semua dipake.

Selain itu banyak juga hal 'meresahkan' yang berseliweran di kepala dan menunggu untuk ditulis, mulai dari ojek online lah, program Green-green-an di kampus gue tapi fasilitasnya masih minim lah, ibu-ibu kerudungan jilbab panjang yang naik motor dan jilbabnya nutupin lampu lah. Banyak sih actually..
Ayo ayo nulis Diiiiil

Daftar kegiatan selama beberapa waktu ke depan berkisar antara revisian-meriksa laporan (jadi asprak lagi euy)-nulis blog-ngelamar kerja-dan berulang meski tanpa siklus. Ada juga rencana ngurus e-KTP *e-KTP gue belom jadi coy selama bertahun-tahun ini*, udah nyoba datang sekali ke Disdukcapil Kota Bogor, tapinya yaaaah you know lah birokrasi Indonesia kayak apa. Tahun lalu sebelum berangkat itu sesungguhnya gue sempat rekam identitas lagi untuk kedua kalinya, hal paling menyedihkan in this whole year adalah sampai beberapa waktu lalu ketika gue mau menanyakan keberadaan e-KTP gue itu ternyata blanko kartunya belom ada.

((GA ADA BLANKO E-KTP DI BOGOR SELAMA SETAHUN))
Kang Bima Arya, punten atuhlah ini aku harus apaaaaaa..

Buset dah, niat apa kagak sih negara ini buat ngedata warganya. Tahun lalu begitu gue mendarat di Narita, pas keluar bandara itu gue udah punya KTP Jepang. Tuh kan banding-bandingin lagi sama Jepang.

Ngomong-ngomong tentang Jepang, culture shock is real, gan. Gue sudah merasakan.

Anyhow, here I miss using English in my daily, with little bit Japanese sometimes. Entah gimana awalnya tapi akhir-akhir ini grup BPH BEM KM gue mengikuti program Pak Ridwan Kamil, Kamis Inggris.. and I spend all day waiting for Thursday. Gue juga merindukan tatakrama dan ketertiban Jepang yang ih waw banget. Belum juga dua bulan, but I already missed Japan so much.

Akhir kata,
Indonesia masih butuh banyak orang-orang kece untuk mengisi kemerdekaan dan mewujudkan Pembukaan UUD 1945.
HIDUP MAHASISWA!!