Pada tanggal 8-10 Mei 2015 lalu, Tinformers goes to Puncak Gede. Rombongan terdiri dari 18 orang. Sebanyak 17 orang adalah Tinformers, satu orang lainnya adalah Yuri, nyonya-nya Tama. Adapun dari 18 orang ini, sebanyak 14 orang adalah laki-laki dan sisanya perempuan.
|
Ini namanya Mohammad Riyan Pratama, biasa dipanggil Tama |
Dia adalah ketua rombongan Tinformers Goes to Gede kali ini
:)
Timeline keberangkatan adalah kami berkumpul di Kantin Sapta pada tanggal 8 ba'da maghrib. Dilanjut dengan berangkat menuju Cianjur dengan mobil bak terbuka. Tanggal 9 dini hari kami menanjak dan tanggal 10 kami akan turun dari puncak gunung setelah dzuhur karena tanggal 11 Mei 2015 ada kuliah umum seangkatan jam 8 pagi di Auditorium AMN.
T_____T
Banyak hal yang rasa-rasanya gue menangkan di tanggal 8-10 lalu, salah satunya adalah kemenangan terhadap kepercayaan orang tua gue hingga mereka rela melepas anaknya naik gunung.
Perihal naik gunung ini sudah bukan berita baru bagi gue. Gue dari SMP sudah ikut ekskul Pramuka. Pramuka SMP gue ini tergolong sebagai kontingen Penggalang yang disegani se-Bogor Raya. Dua regu legendaris yang digunakan adalah Cenderawasih dan Sedap Malam. Regu sekundernya biasanya Badak dan Anggrek. Sila survei pramuka Penggalang se-Bogor Raya, Cenderawasih dan Sedap Malam (setidaknya hingga beberapa tahun lalu) adalah dua regu yang disegani.
Pramuka SMP gue itu punya nama beken WL, Winaya Lokatmala. Artinya kurang lebih adalah 'Belajar dari sesuatu yang kotor'. Maksudnya kayak belajar dari kesalahan gitu.
Ini kenapa jadi ngomongin WL dah? --"
Ketika SMP lalu, gue sudah berkali-kali kemping di bumi perkemahan, baik itu yang di gunung atau bukan. Izin mengenai naik gunung ini dari orang tua gue sebenarnya sudah turun sejak gue SMP, sekitar 2007, tapi apa daya baru tercapai di 2015.
Sebelum naik gunung, rombongan ini telah beberapa kali kumpul untuk olah raga bersama dan mempersiapkan alat-bahan yang dibutuhkan selama perjalanan. Pada pertemuan pertama yang gue hadiri, gue ternyata masih kuat lari hingga lima putaran tanpa berhenti di Lapangan Belakang Gymnasium. Kalau ada yang iseng bertanya kapankan gue terakhir kali lari, jawabannya adalah tahun lalu, ketika jadi kontingen estafet putri OMI 2014. Ternyata daya tahan tubuh gue masih agak bagus.
Hehe..
Barang-barang vital yang gue pakai untuk naik gunung kali ini adalah barang pinjaman semua. Awalnya gue sudah menentukan
one stop destination untuk meminjam semuanya, Abdul. Apa daya takdir berkata lain. Akhirnya barang yang gue pinjam dari Abdul hanya
daypack 30 liter. Untuk
sleeping bag meminjam ke Azmah, dan matras meminjam ke Harba.
Rencana rute menanjak kali ini adalah melalui Gunung Putri. Bermalam di padang edelweis Suryakencana. Kembali menanjak pada dini hari untuk melihat
sunrise di puncak. Turun ke Suryakencana lagi untuk
packing pulang. Kembali menuju puncak lalu turun melalui Cibodas dan transit terlebih dahulu di Kandang Badak untuk beristirahat sejenak.
Rencana memang hanya sebatas rencana.
Kenyataannya pada dini hari tanggal 10 kami tidak jadi melihat
sunrise dari Puncak Gede karena rombongan yang masih pada meringkuk di sleeping bag masing-masing.
-______-"
Pada perjalanan dari kampus menuju Cianjur, kami membeli makanan di pinggir jalan untuk dimakan keesokan paginya sebelum menanjak. Sebelum menanjak, kami sempat bermalam di warung
*ini seriusan*. Sarapan berlangsung jam 4 pagi, serasa sahur. Rombongan ini ga bisa tidur dengan nyenyak karena dingin brooooo, segini belum sampai puncak, heeeeeu. Sebelum menanjak, Tama sudah mewanti-wanti agar kita buang air ketika masih di bawah sini karena di puncak nanti ga ada toilet.
|
Ini namanya Reno Panji Samboja Pramono, biasa dipanggil Reno |
Susah beneeer, nyari foto Reno yang bagus. Ini aja merem.
--"
|
Ini namanya Muhammad Irham Raenaldi, panggilan gaulnya adalah Onte | |
|
Istirahat dulu, coy. |
Lihat gembolan carrier dengan rain cover warna oranye di sebelah kanan? Lihat sesuatu berwarna hitam di sebelah kiri kepala gue *gue ada di sebelah kanan tiang, pakai kerudung warna biru dongker* yang menumpu pada tiang? Nah, yang oranye itu carrier Onte, sedangkan yang hitam itu punya Reno. Selama pendakian ini ada bakat Reno dan Onte yang baru kami temukan yaitu menjadi porter. Ajigileeee, carrier mereka berat-berat bener.
Pada mulanya, gue menanjak bersama rombongan ciwi-ciwi dan didampingi oleh sekitar 10 orang lelaki. Beberapa lelaki lain sudah ada yang duluan. Tapi entah mengapa gue merasa kok speed-nya ciwi-ciwi ini terlalu lambat dan akhirnya gue memilih duluan. Setelah agak jauh melangkah, gue baru menyadari bahwa gue ga bawa minum sama sekali. Botol air minum ciwi-ciwi adalah botol yang diprioritaskan untuk dihabiskan sebelum menanjak, biar ciwi-ciwinya ga berat. Matilah. Jarak ke rombongan belakang sepertinya sudah jauh, sedangkan untuk menuju ke rombongan depan mah gue ga yakin bisa menyamai kecepatan para lelaki itu. Gue bahkan sempat berpikir, apakah gue dapat bertahan hidup hingga Suryakencana hanya dengan bermodalkan satu pak Madurasa?
Hingga akhirnya, gue mendengar nama gue diteriakkan dari arah belakang-bawah *ya iyalah kan ini naik gunung*. Ternyata itu adalah Kholiq. Huwaaaaaah. Bahagia banget gue melihat Kholiq.
|
Nur Kholiq, biasa dipanggil Kholiq. Partner naik dan turun yang luar biasa menyenangkan. |
Di tengah perjalanan ketika masih bersama rombongan ciwi-ciwi, Kholiq sepertinya menyadari bahwa kok ciwi-ciwinya jadi tinggal tiga orang. Setelah tahu bahwa ternyata gue sudah maju duluan, dia akhirnya ikut maju. Mungkin Kholiq kasian, udah mah gue jomblo, trus nanjak sendirian pula.
|
Keadaan ketika terpisah dari rombongan. Di arah depan sekosong itu. Di belakang juga sama kosongnya. |
Di perjalanan naik bersama Kholiq, gue bertemu dengan salah seorang teman ketika TPB. Pararawendy Indarjo. Departemen Matematika angkatan 48, sudah sarjana, sedang menunggu wisuda, IPK-nya 4,00. Dari obrolan selama menanjak, gue jadi tahu bahwa Parara akan wisuda tanggal 3 Juni 2015. Parara menanjak bersama rombongan dari Departemen Matematika.
|
Gue dan Parara, 3 Juni 2015 |
Di perjalanan, gue dan Kholiq mengobrol banyak hal. Salah satunya,
Gue : "Liq, kita bakal sampai Surken jam berapa?"
Kholiq : "Rata-rata kalau lewat Gunung Putri itu antara 5 sampai 6 jam, Dil."
Gue : "Kita tadi berangkat jam setengah 6-an ya?"
Kholiq : "Iya, Dil. Bakal sampai atas sekitar jam setengah 11-an lah atau setengah 12."
Gue : "Ya tapi kan kalau istirahat melulu mah ga bakalan sampai."
Kholiq : "Iya juga ya.. Heummmm.."
Seharusnya gue ga perlu takut kelaparan dan kurang air di perjalanan karena banyak bivak yang isinya tukang jualan popmie, nasi uduk, gorengan, jossu, air putih, susu, dan lain sebagainya dengan harga yang mencapai 3 kali lipat dari harga normal. Gue, Kholiq, Yuri, dan Tama bahkan sempat istirahat sejenak dan membeli popmie ketika menanjak.
|
Alfiyan Hudan Fauzi. Biasa dipanggil Alfiyan. Beli nasi uduk, seuprit, harganya sepuluh ribu. |
Finally..
|
Suryakencanaaaaa~ |
|
Masih Suryakencana *ini foto ketika paginya, masih berkabut* |
|
Edelweis |
|
Menikmati mentari yang terik dan udara yang sejuk |
Gue adalah perempuan pertama di rombongan yang mencapai Suryakencana. Keesokan paginya, gue juga menjadi perempuan pertama yang menyentuh puncak. Sore harinya gue adalah perempuan pertama yang menyentuh Kandang Badak. Sampai-sampai ada salah seorang teman yang dengan ga habis pikir bertanya,
"Dil, lu sebenernya cewek atau bukan?"
Menurut luuu --"
Haha
|
Ini Ade Supriatna. Biasa dipanggil Ade |
|
Luky Fadilah. Biasa dipanggil Luky |
|
Menunggui carrier Onte yang diletakkan sembarangan oleh pemiliknya |
Ke manakah Onte?
|
Kalau melihat ada setitik warna merah di ujung sana, itu Onte yang sedang pipis di semak-semak |
|
Ini namanya Fitrian Rakadiaputra, biasa dipanggil Raka. |
Hal pertama yang dilakukan Raka ketika rombongan telah selesai mendirikan tenda di Suryakencana adalah mencari-cari Tama dengan muka galau,
Raka : "Ma.. Ma.. Gue.. Kebelet boker siah.."
Tama hanya menatap Raka dengan muka kasihan lalu menuju ke semak-semak dan membawakan Raka sesuatu,
Tama : "Ini kayu. Lu cari semak-semak yang agak jauhan. Gali lobang pake kayu ini. Boker. Trus kubur. Kayak kucing."
Raka hanya menatap kayu yang diberikan Tama dengan tatapan sedih lalu menjalankan instruksi tadi.
Mungkin teman-teman dekat gue sudah tau bahwa skill memasak gue itu membawah ke bawah. Ternyata selama ini tanpa disadari gue memiliki skill memasak sesuatu. Nasi. Masak nasi di gunung ga pake rice cooker, coy. Kalau menurut beberapa teman yang pernah makan nasi di alam bebas mah,
"Sumpah. Ini nasi terenak yang pernah gue makan di gunung.."
Nasi yang gue tanak bentuknya sudah layak disebut sebagai nasi. Tidak keras di tengahnya, tidak kurang air, tidak mengerak, tidak gosong.
And I'm proud of it.
Kembali terima kasih untuk WL. Kemampuan bertahan hidup itu gue dapatkan di WL dahulu.
|
Adya Dinda Nurannisa, biasa dipanggil Adya. Kepala Koki. |
|
Faricha Helfi Febriyanti. Faricha. Asisten Kepala Koki |
|
Yuriski Mukdisari *bener ga sih namanya?*. Yuri. Asisten Kepala Koki. Sekpri ketua rombongan. |
|
Menunggu makan malam yang tak kunjung jadi. Ya iyalah, masak untuk 18 orang emang dikira cepet? |
|
Nasi, sarden, sop, kornet. Sumpah ini enak banget. |
Malam harinya merupakan salah satu malam paling indah yang pernah gue lihat selama ini. Bulan yang tidak purnama, langit yang tidak mendung, tak berawan, tak ada polusi cahaya. Bintangnya cantik banget masya Allah. Suryakencana sudah berasa Padang Seribu Bintang.
Ada hal yang seru yakni menjaga wudhu. Air sungai yang dinginnya minta ampun membuat kami semua menjaga wudhu dari maghrib agar tak perlu berwudhu kembali untuk shalat isya. Alhamdulillah ya jadi pada menjaga wudhu. Hehe.
|
Tio Nadika Eka Putra. Biasa dipanggil Tio. |
Tio sempat tak sengaja menyentuh tangan gue ketika seusai shalat maghrib.
Tio: "Yah, Dil. Tangannya kena.."
Gue : "Kan lu pake sarung tangan, bang."
Tio : "Oiya bener. Gue lupa.."
|
Imam Muharram Alitu. Biasa dipanggil Imam. Buang angin beberapa detik setelah wudhu untuk shalat subuh. |
Iya, Mam. Gue tau kok gimana perasaan lu ketika harus wudhu lagi pagi di buta dengan air yang dinginnya kayak apaan tau.
|
Rakhmat Irkham Triaji. Biasa dipanggil Triaji atau Gambleh. Ulang tahun tiap tanggal 8 Mei. |
Oleh kami, Gambleh diberikan pilihan hadiah ulang tahun. Apakah mau digotong ramai-ramai dan diceburkan ke sungai yang dinginnya kayak apaan tau, atau mencuci seluruh peralatan masak di sungai yang dinginnya kayak apaan tau itu agar bersih ketika dibawa pulang. Pilihan yang diambil Gambleh adalah pilihan yang kedua.
|
Choirul May Affandi Siregar. Ketika semester 3 gue memanggilnya Umay karena di angkatan gue ada juga orang lain yang dipanggil Andi. |
|
Irsan Febrian. Biasa dipanggil Irsan atau Kobul (biarkanlah arti dari Kobul ini menjadi rahasia angkatan gue saja). |
Gue tau bahwa salah satu cara menghalau dingin adalah dengan mengempit tangan di ketiak.
|
Tapi bukan di ketiak orang lain juga --" |
Di perjalanan dari Suryakencana menuju puncak, gue mengulangi kegilaan gue. Gue jalan sendirian karena rombongan ciwi-ciwi terlalu lama, hehe. Kali ini gue ga sepanik sebelumnya karena dari Suryakencana menuju puncak katanya hanya sekitar satu jam. Eh tapi ternyata gue disusul Luky. Gue disusul dengan alasan yang sama seperti Kholiq sebelumnya, yaitu karena udah mah gue jomblo trus naik sendirian pula. Kan sedih. Hehe.
Thanks, Luk :)
Ini ada orang paling kalem di rombongan. Kelakuannya alhamdulillah normal aja dan ga aneh-aneh. Salah satu dari 5 orang Tinformers (termasuk gue) yang nama lengkapnya hanya 1 kata.
|
Nama lengkapnya Musliadi, dipanggil Mus. |
Sebelum menuju puncak, Raka sempat membuat jossu di Suryakencana. Dengan ketinggian yang bertambah ketika menanjak, maka tekananpun berkurang. Ketika tiba di puncak, tekanan yang ada di dalam botol jossu adalah tekanan di Suryakencana which is lebih tinggi daripada tekanan di puncak. Baru sedikit tutup jossu diputar, tutupnya terbang dan jatuh ke kawah.
--"
Oke fine
|
Puncak Gede, 2958 mdpl |
|
Negeri di atas awan |
|
Lebih tinggi dariapda awan |
Tiap tanggal 10 Mei, Ibu dan Ayah ulang tahun pernikahan. Tahun 2015 ini adalah anniv ke-23. Tahun ini, gue jadi remaja kekinian gitu, foto di tempat-tempat bagus disertai tulisan di kertas untuk foto tersebut.
|
Semoga kita sekeluarga masuk surga. Aamiin :) |
Di perjalanan pulang dari puncak menuju Kandang Badak, gue menemukan hal yang ternyata gue sukai yaitu turun gunung. Seru banget, coy. Percaya ga percaya, gue turun gunung sambil lari sampai-sampai menimbulkan pertanyaan tadi perihal apakah gue cewek atau bukan. Haha.
Teman dekat gue ketika SD dulu juga anak Smansa. Dia ikut ekskul pecinta alam, namanya beken ekskulnya adalah SS (Super Sambel Satya Sudirman). Teman dekat gue itu pernah cerita bahwa hal yang paling menyebalkan ketika naik gunung adalah serombongan dengan orang yang ga mau jalan.
Ketika perjalanan dari Kandang Badak ke arah bawah, di rombongan kami ada yang kayak gitu. Luar biasa menyebalkan sesungguhnya. Reno sebagai orang tersabar yang pernah gue kenal di TIN aja sampai bisa mengeluh karena ada seorang yang sakit ini hingga sulit jalan. Siapa sih yang mau sakit, emang ga ada juga kan yang mau. Ya apa mau dikata. Kondisi berangkat dari Kandang Badak yang sudah hampir maghrib dan senter yang cuma ada 7 membuat kami harus berjalan berdelapan belas. Nah ini.
Gue yang ga sabaran gini cuma bisa manyun doang di sepanjang jalan turun. Untung aja ada para lelaki dengan kadar keberesan otak yang dipertanyakan sehingga sepanjang jalan turun dihiasi dengan tawa. Turun kali ini gue lagi-lagi barengan dengan Kholiq yang juga jadi bete karena lama, haha. Akhirnya kami berdua sepanjang jalan turun malah cerita macem-macem. Bener-bener deh, jalan sebentar, istirahat, jalan lagi sebentar, istirahat. Begitu terus hingga baru sampai Pos Simaksi di Cibodas jam 11 malam. Rute yang normalnya dapat ditempuh dalam 3 jam, oleh kami ditempuh dalam 6 jam. Gimana ga bete.
Terlepas dari sepatu gue yang tertinggal di angkot pulang karena gue yang turun duluan di Gunung Batu, lalu sepatu gue diamankan oleh anak Kopadjo, sedangkan Kopadjo sekarang udah bubar, dan sepatu gue itu belum ketahuan di mana rimbanya,
Overall,
Every first is always special
Terima kasih karena kalian telah mau menjadi bagian dari momen spesial di hidup gue
:)
|
@Suryakencana sebelum menuju puncak |
|
@Puncak Gede 2958 mdpl |
Photo credit:
Imam Muharram Alitu
Muhammad Irham Raenaldi