Selasa, 02 Oktober 2018

When People Determine about How Should a Bride Look Alike

Kadang gue suka bingung dengan kata-kata orang ketika datang ke suatu acara nikahan dan melihat mempelai wanitanya,
"Ih, pangling. Cantik ya."

Pangling
pang.ling
Verba : tidak mengenali lagi

Cantik
can.tik
Ajektiva : elok, molek (tentang wajah, muka perempuan)

Dengan adanya kata-kata ini, gue jadi punya beberapa pemikiran lebih lanjut.
Kondisi 1 : Si manten tidak dikenali (pangling).
Kondisi 2 : Si manten cantik.
Simpulan : Kalau si manten menjadi apa adanya dia (dikenali), berarti dia ga cantik.

Am I right?

Gue pribadi kadang suka ga abis pikir dengan salon/MUA yang mendadani manten sehingga menjadi oh-men-buset-itu-jauh-amat-sama-orang-aslinya. Orang-orang rasanya punya standar cantik yang sama untuk pengantin wanita:
  • Putih (masa bodoh dengan muka yang putih tapi warnanya belang dengan leher),
  • Alis dengan sudut dan ketebalan tertentu (yang alisnya terlalu tebal jadi banyak yang dicukur, padahal bukannya ga boleh oleh agama?),
  • Pipi dengan ketirusan tertentu,
  • Warna iris yang bukan hitam (meeeen, kita orang Asia Tenggara, warna kulit sawo matang tapi warna mata abu-abu cerah kan agak maksa ya?).

Padahal kan kalau kata Cherrybelle mah,

"..You are beautiful,
Beautiful,
Beautiful,
Kamu cantik, cantik, apa adanya.."

Pertanyaannya, siapa sih perempuan yang ga mau dibilang cantik?
Semua pasti mau kan?

Pertanyaan berikutnya,
Mau ga sih kalau dibilang cantik tapi karena ga mirip kita?
Kalau gue kok lebih bahagia dibilang cantik aja, tanpa mirip siapa-siapa.

Terkait dandan-dandanan nikah, gue juga akhirnya jadi punya kriteria mau yang seperti apa. Hal terbesarnya adalah gue mau kok jadi cantik, asalkan cantik itu tetap terlihat seperti gue.

Pada akhirnya, setelah iseng-iseng buka akun IG banyak MUA dan banyak banget yang hasinya lebay, gue jadi menentukan sendiri beberapa kriteria mengenai "How I Want To Be on My Wedding Day", di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Jilbab menutupi dada
Tanpa tapi.

2. Warna bedak yang tidak terlalu putih
Gue sadar dengan sepenuh hati bawa warna kulit gue adalah sawo yang kelewat matang. Lagipula, koplak ga sih ketika tangan gue warnanya macam tangan-driver-ojol-yang-sering-bawa-motor-di-jalan-dan-lupa-pakai-sarung-tangan, tapi mukanya putih?

3. Bentuk alis yang natural
Ga kayak ulat bulu yang terlalu tebal di depan (karena bagi gue alis model gitu 'palsu' banget dan jadi aneh). Ga dicukur-cukur juga, alis gue udah ngepas jadi ga usah lah dicukur lagi. Alis gue memang agak terlalu tipis di bagian pinggir, but what's wrong with that?

4. Lipstick yang ga kayak orang abis makan gorengan
Dilap dulu ya, ceu, kalau abis makan gorengan.
Apa purpose-nya coba ya pakai lipstick macem orang yang abis makan gorengan gini?

5. Tidak menggunakan heels yang terlalu tinggi
Gue bahkan punya preferensi sendiri yaitu wedges dengan tinggi maksimal 5 cm. Makin teplek, makin baik.
Why?
Karena tinggi gue sudah 165 cm.

Apakah ga aneh kalau ada mempelai perempuan pakai sepatu teplek di hari pernikahannya?
Let's be realistic.
What's the purpose of wearing heels? Untuk terlihat tinggi kan?
Gue sudah cukup tinggi. So, what else?

Besides, I just want to be comfort in my big day.
Gue ga nyaman pakai heels yang terlalu tinggi. Gue hanya ingin menikmati hari pernikahan gue tanpa perlu terlalu banyak memusingkan kaki yang pegal karena sepatu yang tidak nyaman.

Dan hal paling pentingnya adalah..
6. Gue mau pakai kacamata
Jangankan disuruh pakai contact lens, pakai obat tetes mata aja gue hampir selalu berkedip sepersekian detik sebelum cairannya masuk mata. Lagipula, mata gue ada minus dan silindrisnya. Minusnya besar pula. Setahu gue, kedua hal itu bukanlah kombinasi yang baik untuk harga sepasang softlens. Daripada ga bisa melihat dengan nyaman di hari bahagia, lebih baik gue pakai kacamata aja kayaknya.

"Softlens-nya bukan buat minus keleees, tapi buat warna mata yang beda."
Yakali. Terus gue melihat sepanjang hari dengan pandangan kabur-membayang?
Gue sih ogah.
Terima kasih.
Selaput pelangi mata saya warnanya sudah coklat kok dari dulu.
At the end, I just wanna be myself, dan gue rasa kacamata adalah salah satu ciri yang gue banget.

Simpulan barokah:
Ayo cari MUA/salon mana yang mau memfasilitasi customer banyak mau macem gue.
:)