Jumat, 06 November 2020

Materi Kuliah Anak Shalihah

Kalau saya bikin IG story tentang materi 'kuliah' anak shalihah, suka ada aja yang nanya "Beneran lu ceritain hal-hal ilmiah itu ke anak lu?"

Jawabannya :

Ya beneran lah, wkwkwkwk

Ngapain juga bohong yekan


Biar anak shalihah pinter?

Bukan

Tapi biar anak shalihah senang belajar. Bahwa belajar itu bisa di mana saja, kapan saja, dengan hal-hal dan fenomena yang bahkan sangat sederhana.


Pinter itu hasil.

Senang belajar itu value.

Transkrip itu fana, wkwkwk.


Siapa yang udah pada lupa materi pelajaran SMP dan SMA? Atau bahkan materi kuliah?

Sama.

Saya juga udah lupa ke mana tau materi pelajaran SMP dan SMA di sekolah dulu. Tapi pelajaran yg saya eksplor sendiri di luar gedung sekolah, saya masih inget.


Sekolah di SMP dan SMA favorit di Bogor, kadang saya suka ga ngerti lagi kenapa temen-temen saya pada pinter. Alhasil banyak guru (tidak semuanya, ofkors) yang yaaaa masuk kelas cuma masuk doang, nyuruh menghapal, lalu nyuruh ujian. Banyak yang tidak benar-benar mengajar.

Bahkan guru biologi saya kelas XI pernah bilang di depan kelas yang intinya saya payah banget dalam menghapal. Masih kesumat kalo inget sekarang.

Tapi lain dengan materi di kuliah. Masih banyak materi kuliah yang saya bisa ingat dengan sangat baik up to this time. Dosen-dosen saya (semoga beliau semua selalu dirahmati Allah, aamin) mengajar dengan cara yang beda jauh dengan guru-guru ketika sekolah.

Beliau-beliau ini mengajar dengan contoh sederhana yang bisa ditemukan sehari-hari. Beliau menjelaskan tentang 'why' dan 'how' things work. Saya jadi merasa tertantang untuk eksplor lebih jauh. Mencari hal-hal sederhana dan mencari tau how they work.

Sederhananya, ketika SMA saya disuruh menghapal (di mata pelajaran biologi yang gurunya amsiyong tadi itu) bahwa laktosa terdiri dari glukosa dan galaktosa.

Apa saya ingat materi itu ketika SMA? Tentu tidak. Saya langganan remedial biologi. Makanya sampai dikatain oleh guru itu di depan kelas.

Tapi ketika kuliah, materi yang sama, dijelaskan bahwa ada anak-anak yang lactose intolerrant (bisa diare hebat kalau mengonsumsi laktosa) bisa dapat asupan kalsium salah satunya dari yogurt. Kenapa? Karena bakteri di yogurt sudah memecah laktosa pada susu menjadi glukosa dan galaktosa.

Apa saya ingat materi itu ketika kuliah? Alhamdulillah ingat dan masih ingat sampai sekarang. Buktinya masih bisa ngetik ini.

(Yaaaa mohon maap kalau salah-salah redaksi dan reaksi, intinya tapi begitu kan)

See?

Sama lho poinnya.

Tapi penyampaiannya beda.

Hasilnya beda.


Di samping itu, kalau belajar tentang ilmuwan-ilmuwan muslim, beliau semua itu paham multisubject. Memang Ibnu Sinna adalah bapak kedokteran, memang Al-Khawarizmi menemukan angka 0, dan memang-memang lainnya, tapi ilmu lain yang dikuasai juga super banyak serta mendalam.

Mimpi saya adalah menjadikan anak shalihah serta adik-adiknya paham multisubject dengan baik. Bisa menemukan how dan why dari hal-hal sederhana (dan kompleks) di kesehariannya. Ga membagi-bagi ilmu menjadi "itu matematika", "ini fisika", "itu biologi", dst.

Dan kalau kata dosen Agama Islam saya ketika TPB,

"Ayat Allah itu luas, bukan cuma Al-Quran, melainkan seluruh alam semesta ini juga ayat Allah."


Mudah-mudahan pahamnya anak shalihah (serta adik-adiknya) dengan banyak subject, serta kemampuannya belajar sendiri dan menarik korelasi dari banyak aspek, senantiasa membuat mereka ingat bahwa kompleksitas sesuatu itu sudah tentu diciptakan oleh Yang Maha Teliti.

Lagipula, ilmu yang berkah bukan yang ada di transkrip kan? Buktinya, penjahat kelas kakap banyak lho yang gelar akademisnya panjang.

Sependek pengetahuan saya, ilmu yang berkah adalah yang diingat, diamalkan, memberi manfaat, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Wallahu'alam bisshawab.

Jumat, 24 Juli 2020

Membeli Gaya Hidup

Suatu hari gue pernah mendapat tugas mengaudit sebuah outlet makanan cepat saji. Lokasi audit adalah di sebuah kota yang UMR-nya tergolong rendah di Jawa Barat. Hanya sedikit lebih besar daripada setengah UMR Jakarta.

Apa artinya jika UMR-nya rendah?
Salah satu artinya adalah biaya hidup di sana juga rendah.

Adapun outlet makanan cepat saji tersebut, bagi gue yang anak Bogor (ingat, Bogor termasuk dalam Jabodetabek lho, salah satu daerah dengan biaya hidup yang segambreng) sekalipun itu memiliki harga yang yaaa.. lumayan juga. Kalau masih mahasiswa mungkin gue ga akan menyengajakan diri jajan ke situ karena uang saku yang terbatas.

Dan kalau menurut pemaparan kepala outletnya, biasanya dalam sehari-hari itu banyak sekali transaksi yang dilakukan. Seluruh meja yang ada akan penuh ketika jam makan siang dan antrian ojek online mengular panjang.

Sepanjang perjalan pulang kembali ke Bogor, gue jadi berpikir..
Orang-orang yang mengeluarkan uang semahal itu (apalagi buat yang biaya hidupnya hanya setengah dari biaya hidup di Jakarta) untuk memakan seporsi makanan kekinian, itu sebenarnya membeli makanan atau membeli gaya hidup?

Rabu, 08 April 2020

Hak yang Harus Ditunaikan

Sudah sekitar 10 tahun ini gue belajar ngaji ke guru ngaji yang ilmunya insya Allah di atas gue. Bukan ustadz sih, hanya kakak kelas ketika SMA, sekian tahun di atas gue, tapi insya Allah banyak ilmu yang sudah dan akan terus diberikan.

Lagipula, membagi ilmu itu bukan ketika sudah pintar kan? Kalau gitu caranya maka ga akan ada ilmu yang diturunkan. Ketika baru bisa alif, bukan berarti kita ga boleh ngajarin orang. Kalau baru bisa alif, kita boleh ngajarin orang bahwa itu alif, jangan jadi ba.

Sudah sekitar 10 tahun ini juga gue jadi males ikut tahlilan, khataman Al-Quran berjamaah, and so on. Bukan apa-apa, tapi ga sreg aja tiap ikut di majelis seperti itu.

Yang gue rasakan, most of kegiatan itu terlihat seperti ngaji cepet-cepetan. Yang bisa kelar duluan berasa paling jago dan nutup Al-Quran/buku tahlil dengan muka jumawa. Meanwhile selama 10 tahun belajar ngaji ini gue belajar bahwa tiap-tiap huruf ada hak yang harus ditunaikan. Ada hak tempat keluar huruf-nya, hak idzhar-nya, hak mad-nya, hak ikhfa'-nya, hak tasyid-nya, hak idgham-nya, dan hak dari hukum-hukum bacaan lainnya.

Pernah nemu quote, intinya..
Kalau aktivitas lain makin kita paham maka makin cepat pelaksanaannya. Tapi ada 2 aktivitas yang ketika kita makin paham maka kita makin berhati-hati melakukannya yaitu shalat dan membaca Al-Quran.

Lagipula, kalau memang cinta dengan AL-Quran, bukankah kita selalu pingin berlama-lama dengan yang dicinta? Sehingga ya up to this time jadi gagal paham aja sama yang pengajian tapi ngajinya serasa pakai shinkansen.

Wallahu'alam bisshawab.

Ditulis karena gagal paham sama yang Yaasiin-an 3 balik dalam rangka nisfu Sya'ban dan selesai for about 20 minutes. Maji de!?