Rabu, 08 April 2020

Hak yang Harus Ditunaikan

Sudah sekitar 10 tahun ini gue belajar ngaji ke guru ngaji yang ilmunya insya Allah di atas gue. Bukan ustadz sih, hanya kakak kelas ketika SMA, sekian tahun di atas gue, tapi insya Allah banyak ilmu yang sudah dan akan terus diberikan.

Lagipula, membagi ilmu itu bukan ketika sudah pintar kan? Kalau gitu caranya maka ga akan ada ilmu yang diturunkan. Ketika baru bisa alif, bukan berarti kita ga boleh ngajarin orang. Kalau baru bisa alif, kita boleh ngajarin orang bahwa itu alif, jangan jadi ba.

Sudah sekitar 10 tahun ini juga gue jadi males ikut tahlilan, khataman Al-Quran berjamaah, and so on. Bukan apa-apa, tapi ga sreg aja tiap ikut di majelis seperti itu.

Yang gue rasakan, most of kegiatan itu terlihat seperti ngaji cepet-cepetan. Yang bisa kelar duluan berasa paling jago dan nutup Al-Quran/buku tahlil dengan muka jumawa. Meanwhile selama 10 tahun belajar ngaji ini gue belajar bahwa tiap-tiap huruf ada hak yang harus ditunaikan. Ada hak tempat keluar huruf-nya, hak idzhar-nya, hak mad-nya, hak ikhfa'-nya, hak tasyid-nya, hak idgham-nya, dan hak dari hukum-hukum bacaan lainnya.

Pernah nemu quote, intinya..
Kalau aktivitas lain makin kita paham maka makin cepat pelaksanaannya. Tapi ada 2 aktivitas yang ketika kita makin paham maka kita makin berhati-hati melakukannya yaitu shalat dan membaca Al-Quran.

Lagipula, kalau memang cinta dengan AL-Quran, bukankah kita selalu pingin berlama-lama dengan yang dicinta? Sehingga ya up to this time jadi gagal paham aja sama yang pengajian tapi ngajinya serasa pakai shinkansen.

Wallahu'alam bisshawab.

Ditulis karena gagal paham sama yang Yaasiin-an 3 balik dalam rangka nisfu Sya'ban dan selesai for about 20 minutes. Maji de!?