Sabtu, 12 Desember 2015

#MatahariAkar [Si Merah]

Perkenalkan, ini adalah salah satu sahabat baik gue selama di Jepang..
Si Merah

Si Merah ini adalah sepeda warna merah *ya iyalah merah* yang gue beli pada hari kesepuluh gue di Jepang.

Jadi ceritanya, kampus tempat gue exchange ini terletak di dua lokasi pada dua kelurahan berbeda. Kalau mengacu pada gmaps, jarak antara kedua kampus ini sekitar 5 hingga 6 km. Lokasi asrama gue adalah International House di salah satu kampus, sedangkan lokasi perkuliahan program exchange yang gue ikuti ini tersebar di kedua kampus sehingga gue perlu bolak-balik dalam sepekan di antara kedua kampus tersebut.

Ada beberapa rute untuk menuju kampus yang satunya lagi. Rute pertama adalah rute paling konvensional dan paling sedikit jalan kaki yaitu naik bis disambung kereta dan menghabiskan ongkos sebesar 340 yen. Bolak-balik jadi 680 yen. Berhubung pada 10 hari pertama kedatangan gue ke Jepang satu-satunya rute yang gue tau adalah rute ini, maka rasanya beraaaaat sekali untuk ngeluarin ongkos ke kampus sebanyak 3-4 kali per minggu.

Mungkin sudah pada khatam ya bahwa di Jepang itu pada pakai sepeda ke mana-mana, maka dari itu gue bertekad untuk punya sepeda selama di sini. Pertama-tama, gue bertanya ke Teh Usi perihal ada atau tidaknya sepeda warisan untuk anak program exchange gue ini. Ternyata sesungguhnya terdapat tiga buah sepeda warisan tapi yang masih layak pakai tinggal sebuah. Dua buah lainnya, kata Teh Usi, nasibnya sudah menyedihkan, harus diganti beberapa bagian vital seperti ban dan itu agak mahal, haha.

Harga ganti ban ga beda jauh dengan harga sepeda second hand yang biasa-biasa aja. Harga sepeda second hand yang agak bagus ga beda jauh dengan sepeda baru yang biasa-biasa aja. Nah gue jadi makin galau kan.

Akhirnya gue bertekad mendatangi beberapa toko sepeda (baru dan second hand) di sekitaran kampus jauh dan kampus dekat *istilah macam apa ini* demi menemukan sepeda tambatan hati dan finally berhasil menemukan Si Merah ini dengan harga yang cukup miring. Hal menakjubkannya adalah doi masih baru, coy. Ya gue beli lah akhirnya. Gue naksir sejak pandangan pertama. Salah satu alasan mengapa gue bisa naksir dia pada pandangan pertama adalah karena warna fakultas gue di IPB adalah warna merah.

Harga Si Merah ini sudah balik modal dengan 11 kali bolak-balik ke kampus yang jauh naik bis dan disambung kereta.
Alhamdulillah~

Berbicara mengenai sepeda, sepedahan di Jepang itu ada aturannya tersendiri, coy. Di pekan pertama gue di Jepang isinya adalah guidance dan mengurus administrasi doang. Sepeda dengan sangat mudah disimpulkan merupakan hal yang urgent karena ada setengah hari tersendiri yang isinya full membahas mengenai sepeda.

Berikut ini gue sampaikan peraturan-peraturan bersepeda di Jepang, mana tau ada yang dapat rejeki bisa ke sini.

Pada dasarnya sepeda harus berada di jalan utama, di sisi kiri jalan (Jepang kan mengemudinya di sisi kiri, kayak Indonesia). Tapi sepeda boleh berada di trotoar dengan beberapa kondisi yakni jika ada rambu bergambar orang dan sepeda, pengemudi di bawah 13 tahun atau di atas 70 tahun, dan tergantung keadaan jalan raya. Berhubung jalan raya yang gue lewati seminggu 3 kali ini besar banget, gue selalu berkendara di trotoar.

Kita ga boleh naik sepeda ketika mabok. Ya iyalah --"
Sensei yang menjelaskan hal ini sempat menanyakan apakah ada di antara mahasiswa yang tertukar ini yang suka minum-minum atau enggak. Dan ternyata ada, haha. Sensei said that,
"If you go to the party, you may this *memeragakan orang naik sepeda*. But after the party, you have to this *memeragakan orang menuntun sepeda*"
Haha.

Sepedahan di Jepang ga boleh boncengan. Tapi gue pernah beberapa kali melihat orang pacaran yang boncengan, meskipun ga di jalan raya sih. Biasanya kalau ada pasangan yang satu sepedahan dan yang satunya enggak, yang sepedahan itu akan menuntun sepedanya dan jalan berduaan sama pacarnya, haha, so sweet yah. Sepedehan itu hanya boleh membonceng anak di bawah 6 tahun.

Actually, sepedahan di Jepang itu ga boleh sejajar karena itu menuh-menuhin jalan dan mengganggu orang. Jalan kaki juga gaboleh sejajar kayak boyband gitu. Jalannya harus satu-satu biar ga menuhin trotoar dan mengganggu pengguna jalan lain. Ya memang logisnya harusnya seperti itu sih.

Kalau malam hari naik sepeda harus menyalakan lampu. Kita juga ga boleh parkir sembarangan. Ya iyalah --"
Kalau parkir sembarangan, bisa-bisa dirapihin sama petugas, sepedanya disita, dan harus bayar untuk ngambilnya lagi.

Ga boleh naik sepeda sambil teleponan, sambil dengerin earphone, dan sambil pakai payung karena konsentrasi kita ga full ke arah jalan. Bisa kena denda, broh. Ya harusnya memang begitu sih. Bahkan naik sepeda ketika hujan itu sangat tidak disarankan dan lebih baik pakai jas hujan kalau tetap nekat mau sepedahan ketika hujan.

Di setiap persimpangan diharapkan berhenti dan liat di cermin. Di Jepang ini jalan-jalan tikus itu banyak dilewati sepeda *kan soalnya sepeda ukurannya ramping*, makanya almost di tiap persimpangan ada cermin cembung dengan sudut 45 derajat buat menginfokan keadaan di balik belokan.

Trus, prioritas tertinggi pengguna jalan di Jepang adalah pejalan kaki. Pesepeda ga boleh membunyikan bel ke pejalan kaki. Serunya lagi, prioritas ini disusul oleh pesepeda, baru deh kendaraan bermesin. Kalau misal mau menyeberang jalan dan ada mobil, mobilnya akan memberi kesempatan ke pesepeda dulu. Asik kaaaan~

Priotas lainnya adalah yang jalan lurus itu lebih diprioritaskan daripada yang jalannya belok. Misal ada trotoar dan tetiba ada gang di sisi trotoar. Nah, ketika gue mau melewati gang tersebut lalu ada mobil yang mau keluar dari gang, maka gue akan dapat prioritas duluan karena track trotoarnya lurus.

Ya begitulah~
Masih ada hampir 10 bulan lagi untuk bersenang-senang dan mengitari daerah tempat tinggal gue bareng Si Merah. Semoga dia masih baik-baik saja keadaannya hingga tahun depan dan dapat gue wariskan dengan layak ke anak STEP berikutnya. Semoga ada yang dari IPB dan gue kenal orangnya. Aamiin.
:)

Tidak ada komentar: