Selasa, 07 Desember 2010

Teleskop (-__-")a

Alkisah pada suatu malam yang berawan, ada sebuah keluarga bahagia --yang terdiri dari seorang ibu, seorang ayah, dan dua orang remaja perempuan-- berjalan-jalan. Mereka menuju ke sebuah mall terkemuka di Kota Bogor yang terletak di depan Tugu Kujang dan disamping jalan tol.

Kenapa penulis bisa tau bahwa malam itu berawan? Karena kalo tidak berawan, anak sulungnya akan lebih memilih tetap tinggal di rumah dan ngeliatin bintang-bintang..

Sampai paragraf ini, sepertinya udah pada tau keluarga siapa yang dimaksud..

Setelah tiba di mall terkemuka itu, keluarga tersebut menuju ke sebuah toko buku terkemuka yang terletak di lantai paling bawah mall itu.

Di toko buku tersebut, anak sulungnya terpaku pada sebuah benda yang menurutnya sangat bagus, sampai-sampai dia hampir ngiler ngeliatinnya.

Sebagai seorang ibu yang perhatian, dia tahu bahwa anak sulungnya itu kalo jalan cepet banget, udah kayak orang mau nagih utang. Ibu itu heran kenapa anak sulungnya ga ada di deket dia, padahal tadi masuk toko bukunya bareng-bareng. Lalu ibu itu menengok ke belakang dan mendapati anaknya nyangkut di depan teleskop yang sedang dipajang.

Dengan naluri keibuan, ibu itu bertanya pada anaknya.
"Kakak mau?"
Dan hanya dijawab dengan cengiran oleh anaknya.

Lalu ibu itu berkata lagi.
"Pake uang sendiri ya"
Lalu anaknya pun berenti nyengir, dan berkata.
"Oke, ga papa.."


Setelah itu, sang ibu nanya-nanya sama mbak pramuniaga yang ada. Si anak sulung yang memiliki basic astronomi yang lumayan, cuma bisa berkomentar dalam hati.
Ibu : "Mbak, ini teleskopnya kayak gimana"
Mbak pramuniaga : "Ini teleskopnya bagus, Bu, bisa buat liat bulan"
Detik itu juga, si anak sulung udah mulai kehilangan minat. Bukan kehilangan minat sama teleskopnya, tapi sama mbak pramuniaganya. Ya iyalah, selama bukan bulan mati mah ga pake teleskop juga bisa keliatan.
Ibu : "Trus, apa lagi, Mbak?"
Mbak pramuniaga : "Bisa buat ngeliat bintang juga, Bu"
Euuuuh.. anak sulungnya udah gendek setengah mati..

Sang ibu sadar bahwa jawaban dari mbak pramuniaga itu ga memuaskan sama sekali. Maka dari itu dia berkata pada anaknya.
"Nih, Kak. Kakak aja yang nanya deh, Ibu ga abis pikir sama si mbaknya.."
Lalu dijawab oleh si anak sulung.
"Sama, Bu. Aku juga ga abis pikir.."

Akhirnya, sesi tanya jawab diambil alih oleh sang anak sulung.
Anak sulung : "Mbak, ini teleskopnya refraktor atau reflektor?"
Si mbaknya cuma mangap mendapat pertanyaan kayak gitu dari seorang anak kelas 2 SMA Negeri terbaik di Kota Bogor.

Si anak sulung lalu sadar bahwa tadi dia ngomongnya pake bahasa yang terlalu ajaib. Segera ia ralat pertanyaannya.
Anak sulung : "Ini teleskopnya pake cermin atau lensa, Mbak?"
Mbak pramuniaga : "Kurang tau deh, Dek. Tapi bisa buat ngeliat bintang kok.."

Merasa frustasi karena jawaban mbak pramuniaga yang ga memuaskan sama sekali dan berbelit-belit, si anak sulung mengajukan pertanyaan lain.
Anak sulung : "Lensa atau cerminnya berapa ya, Mbak?"
Mbak pramuniaga : "Dua, Dek. Yang ini *nunjuk lensa atau cermin? objektif* sama ini *nunjuk okuler*"
Si anak sulung cuma bisa teriak dalem hati.
"Gw frustasi sama mbak iniiiiiiiiiii"

Anak sulung : "Maksudnya, ukuran lensanya tuh berapa sama berapa, Mbak?"
Mbak pramuniaga : "Waah, kalo untuk itu, saya juga kurang tau, Dek.."
Anak sulung : "Mmmm.. perbesarannya berapa kali, Mbak?"
Mbak pramuniaga : "Kurang tau juga tuh ya, Dek. Yang jelas, kalo dipake buat ngeliat bulan, bulannya tuh udah keliatan bulat gitu. Tapi kalo buat liat bintang, keliatannya cuma titik-titik aja."

Karena depresi mendapati jawaban yang tidak memuaskan sama sekali, si anak sulung masuk ke dalam counter display teleskop seraya berkata..
Anak sulung : "Mbak, Saya mau coba ngukur perbesarannya ya.."
Mbak pramuniaga : "Iya, Dek, masuk aja.."

Karena udah diperboleh kan mengukur ukuran lensa, si anak sulung membentangkan telapak tangan kanannya, karena jengkal tangan kanannya berukuran 20 cm. Saat hendak mengukur, tiba-tiba..
Mbak pramuniaga : "Dek, jangan dipegang!!"
Anak sulung : "Loh? Tadi katanya boleh.."
Mbak pramuniaga : "Jangan deh, diliat aja.."

Nyaris putus asa sama mbak pramuniaga, si anak sulung bertanya lagi.
Anak sulung : "Teleskop ini masih bisa buat liat bintang yang seberapa redup, Mbak?"
Mbak pramuniaga : "Yaaaaa.. bisa buat liat bintang yang keliatan sama mata kita. Tapi kalo pake teleskop, bintangnya keliatan lebih jelas, lebih terang."
Anak sulung : "Kalo bintang yang rada redup keliatan ga?"
Mbak pramuniaga : "Kalo bintangnya redup mah atuh ga keliatan, Dek."

Lalu si anak sulung itu hanya menghembuskan nafas putus asa yang panjang..

Akhirnya, karena frustasi, si anak sulung mengajak ibunya untuk keluar dari counter teleskop itu.

Sebenernya di benak anak sulung itu masih ada pertanyaan lain, seperti :
"Ini teleskopnya altazimut atau ekuatorial?"
"Ada finder-nya ga?"
"Harganya berapa?"
"Panjang tabung teleskopnya berapa?"
"Lensa atau cerminnya berapa dioptri?"
Dan berbagai pertanyaan lain..

Tapi karen frustasi akan jawaban yang dari tadi tidak memuaskan, maka diurungkannya untuk mengajukan pertanyaan lain..

Tidak lama setelah itu, keluarga bahagia itu keluar dari toko buku sambil ngeledekin si anak sulung karena kena kasus sama pramuniaga tadi..


Saya sebagai penulis, berpesan agar Anda tidak beli teleskop di toko buku. Mendingan sekalian nanya aja ke optik..

Tidak ada komentar: